Page 220 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 220
http://pustaka-indo.blogspot.com
Dengan demikian, hypostases Bapa, Putra, dan Roh tidak
mesti disamakan dengan Tuhan itu sendiri, karena, seperti
dijelaskan oleh Gregory dari Nyssa, “hakikat ilahi (ousia) tak
dapat dinamai dan dibicarakan”; “Bapa”, “Putra”, dan “Roh”
hanyalah “istilah-istilah yang kita pakai” untuk membicarakan
energeiai yang melaluinya Tuhan menjadikan dirinya
21
diketahui. Sungguhpun demikian, istilah-istilah ini memiliki
nilai simbolik karena mereka menerjemahkan realitas yang
tak terucap itu ke dalam citra-citra yang dapat kita mengerti.
Manusia telah mengalami Tuhan sebagai yang transenden
(Bapa, tersembunyi di dalam cahaya yang tak tertembus),
dan sebagai yang kreatif (logos), dan sebagai yang imanen
(Roh Kudus). Namun, ketiga hypostases ini hanyalah kilasan
parsial dan tak lengkap dari hakikat ilahi itu sendiri, yang
berada jauh di atas penggambaran dan konseptualisasi
22
seperti ini. Dengan demikian, Trinitas tidak boleh dilihat
sebagai fakta harfiah, tetapi sebagai suatu paradigma yang
bersesuaian dengan fakta-fakta real yang tersembunyi dalam
Tuhan.
Dalam suratnya To Alabius: That There Are Not Three
Gods, Gregory dari Nyssa menguraikan garis besar doktrin
pentingnya tentang ketakterpisahan atau koinherensi ketiga
oknum ilahiah atau hypostases. Orang tak mesti mengira
bahwa Tuhan membelah dirinya ke dalam tiga bagian; itu
adalah gagasan yang berlebihan dan menghujat. Tuhan
mengungkapkan dirinya secara penuh dan utuh dalam
masing-masing dari ketiga manifestasi ini ketika dia ingin
mewahyukan dirinya kepada dunia. Dengan demikian,
Trinitas memberi kita petunjuk tentang pola “setiap perbuatan
yang berasal dari Tuhan menuju ke tatanan makhluk”: seperti
yang ditunjukkan oleh kitab suci, segalanya berawal dari
Bapa, berproses melalui bantuan Putra, dan menjadi efektif
di dunia karena adanya Roh yang imanen. Akan tetapi,
~213~ (pustaka-indo)