Page 226 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 226
http://pustaka-indo.blogspot.com
di dalam pikiran:
Dari kedalaman introspeksi diri yang gelap
telah bangkit tumpukan seluruh nestapaku dan
menempatkannya “dalam penglihatan hatiku”. Ia
membangkitkan badai besar yang membawa banjir
air mata. Untuk menumpahkan semuanya diiringi
desah kesedihan, aku bangkit dari sisi
Alypius (menyendiri tampak lebih pantas untuk
meneteskan air mata) … lalu kusandarkan diri
di bawah pohon ara dan membiarkan air mataku
mengalir bebas. Sungai-sungai seakan menderas
dari kedua mataku, sebuah pengurbanan yang
mungkin dapat engkau terima, dan—meskipun
bukan dalam kata-kata ini, tetapi setidaknya
dalam pengertian ini—aku berulang-ulang
berkata kepadamu, “Berapa lama, Tuhan, berapa
lama lagi Engkau akan begitu murka?” (Mazmur
6: 4). 30
Tuhan tidak selalu datang dengan mudah kepada orang
Barat. Konversi Agustinus tampak seperti sebuah reaksi
psikologis, yang setelahnya si mualaf jatuh kelelahan di
pangkuan Tuhan, semua hasrat telah sampai. Ketika
Agustinus bersimpuh menangis di tanah, tiba-tiba dia
mendengar suara anak kecil dari rumah terdekat
menyenandungkan bait “Tolle, lege: Bangkit dan bacalah,
bangkit dan bacalah!” Menganggap ini sebagai sebuah
nubuat, Agustinus berdiri dan bergegas kembali ke
sahabatnya Alypius yang terkaget dan lama menanti, dan
langsung mengambil Kitab Perjanjian Barunya. Dia
membukanya pada sabda Paulus kepada orang Romawi:
“Jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam
percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri
hati, tetapi kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai
perlengkapan senjata perang dan janganlah merawat
tubuhmu untuk memuaskan keinginannya.” Pertarungan
~219~ (pustaka-indo)