Page 228 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 228

http://pustaka-indo.blogspot.com

                   aku  darimu,  padahal  jika  mereka  tidak
                   memiliki  eksistensinya  di  dalam  engkau,
                   mereka takkan pernah ada sama sekali.  33
             Oleh  karena  itu,  Tuhan  bukanlah  sebuah  realitas  objektif,
             melainkan suatu kehadiran spiritual di kedalaman batin yang
             kompleks. Pandangan Agustinus ini tidak saja sama dengan
             Plato dan Plotinus, tetapi juga dengan para penganut Buddha,
             Hindu,  dan  Shaman  dalam  agama-agama  non-teistik.
             Sungguhpun demikian, Tuhan dalam pandangannya bukanlah
             Tuhan  yang  impersonal,  melainkan  Tuhan  yang  sangat
             personal  dari  tradisi  Yahudi-Kristen.  Tuhan  telah  berkenan
             memaklumi kelemahan manusia dan pergi mencarinya:


                   Engkau   memanggil,    berteriak   keras,    dan
                   memecah  kesunyianku.  Engkau  bersinar  dan
                   gemerlap,  kau  sirnakan  kebutaanku.  Engkau
                   semerbak,   kuhirup    dalam   napasku   hingga
                   memenuhi  rongga  dadaku.  Kucicipi  engkau  dan
                   aku makin merasa lapar dan haus akan engkau.
                   Engkau sentuh aku, dan aku terbakar api untuk
                                                          34
                   meraih kedamaian yang adalah milikmu.
             Para  teolog  Yunani  pada  umumnya  tidak  membawa
             pengalaman mereka sendiri ke dalam tulisan teologis mereka,
             namun  teologi  Agustinus  justru  berangkat  dari  kisahnya
             sendiri yang sangat individual.

             Keterpesonaan    Agustinus   terhadap   pikiran   telah
             membawanya     untuk   mengembangkan     Trinitarianisme
             psikologisnya  sendiri  dalam  risalah  De  Trinitate,  yang
             ditulisnya  pada  tahun-tahun  pertama  abad  kelima.  Karena
             Tuhan telah menciptakan kita di dalam citranya sendiri, maka
             kita harus mampu melihat trinitas di kedalaman pikiran kita.
             Alih-alih  mengawalinya  dengan  abstraksi  metafisik  dan
             pembedaan  verbal  yang  disenangi  orang  Yunani,  Agustinus




                            ~221~ (pustaka-indo)
   223   224   225   226   227   228   229   230   231   232   233