Page 227 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 227
http://pustaka-indo.blogspot.com
panjang itu telah usai: “Aku tak mengharap maupun perlu
membaca lebih lanjut,” kenang Agustinus. “Segera, setelah
kata-kata terakhir dari kalimat ini, seolah-olah cahaya
pembasuh seluruh kecemasan membanjiri hatiku. Semua
bayang-bayang keraguan menjadi sirna.” 31
Tuhan bisa juga menjadi sumber kebahagiaan: tetapi, tak
lama berselang sejak konversinya, suatu malam Agustinus
mengalami ekstasi bersama ibunya, Monica, di Ostia di dekat
Sungai Tiber. Kita akan mendiskusikan ini secara lebih
terperinci pada Bab 7. Sebagai seorang Platonis, Agustinus
menyadari bahwa Tuhan dapat ditemukan di dalam pikiran,
dan di dalam Buku X dari Confessions, dia mendiskusikan
fakultas yang disebutnya Memoria, memori. Ini jauh lebih
kompleks daripada daya ingat dan lebih dekat kepada apa
yang oleh para psikolog disebut alam bawah sadar. Bagi
Agustinus, memori mewakili keseluruhan pikiran, kesadaran,
dan juga ketidaksadaran. Kompleksitas dan keragamannya
memenuhi dirinya dengan kekaguman. Ini adalah “misteri
yang mengilhami ketakjuban”, dunia imaji yang tak dapat
dibayangkan, menghadirkan masa lalu dan tak terhitung
32
dataran, relung, dan gua. Melalui dunia batin yang ramai
inilah, Agustinus turun untuk menemukan Tuhannya, yang
secara paradoks berada di dalam dan di atas dirinya. Tak ada
gunanya mencari bukti tuhan di dunia luar. Dia hanya bisa
ditemukan di dalam alam pikiran yang real:
Terlambat aku mencintaimu, keindahan yang
begitu lama namun begitu baru; terlambat aku
mencintaimu. Dan lihat, engkau ada di dalam,
aku berada di dunia luar dan mencarimu di
sana, dan dalam keadaan tidak mencintaimu aku
tenggelam dalam ciptaan indah yang telah
engkau buat. Engkau bersamaku, dan aku tidak
bersamamu. Segala yang indah telah menjauhkan
~220~ (pustaka-indo)