Page 253 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 253
http://pustaka-indo.blogspot.com
akan menjadi nabi itu. Orang Arab pun secara prihatin sadar
bahwa Allah belum pernah mengutus kepada mereka
seorang nabi atau menurunkan kitab suci bagi mereka, meski
tempat suci baginya telah ada di tengah-tengah mereka sejak
masa yang sudah tak dapat diingat lagi. Pada abad ketujuh,
kebanyakan orang Arab percaya bahwa Ka‘bah, bangunan
sangat tua berbentuk kubus besar yang terletak di jantung
Makkah, pada awalnya didirikan demi pengabdian kepada
Allah, walaupun pada saat itu tempat tersebut diisi oleh dewa
Hubal orang Nabatea. Semua penduduk Makkah sangat
bangga akan Ka‘bah yang merupakan tempat suci paling
penting di Arabia. Setiap tahun orang-orang Arab dari segala
penjuru semenanjung melaksanakan ziarah ke Makkah, untuk
menyelenggarakan ritus-ritus tradisional selama beberapa
hari. Semua kekerasan dilarang di sekeliling tempat suci
Ka‘bah, sehingga mereka dapat berdagang dengan damai
satu sama lain di sana, karena mengetahui bahwa
permusuhan-permusuhan lama untuk sementara harus
ditunda. Kaum Quraisy menyadari bahwa tanpa tempat suci
itu mereka tak akan meraih kesuksesan berniaga dan bahwa
sebagian besar prestise mereka di kalangan suku-suku
bergantung pada penjagaan terhadap Ka‘bah dan pada
pelestarian kesuciannya yang ada di bawah tanggung jawab
mereka. Namun, meski Allah jelas-jelas telah
mengistimewakan kaum Quraisy untuk tugas ini, dia tidak
pernah mengirim kepada mereka seorang utusan, seperti
Ibrahim, Musa, atau Isa, dan orang Arab tak memiliki kitab
suci dalam bahasa mereka sendiri.
Oleh karena itu, tersebar luas rasa inferioritas spiritual di
antara mereka. Orang Yahudi dan Kristen, mitra dagang
yang sering berhubungan dengan orang-orang Arab, acap
mencela mereka sebagai orang barbar yang tidak
memperoleh wahyu dari Tuhan. Orang Arab merasakan
~246~ (pustaka-indo)