Page 258 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 258
http://pustaka-indo.blogspot.com
merasa begitu dekat dengan kematian dan berada dalam
ketegangan fisik dan mental. Akan tetapi, tidak seperti
Yesaya atau Yeremia, Muhammad tidak memiliki penghibur
berupa tradisi yang telah mapan untuk menyokongnya.
Pengalaman yang menakutkan itu seolah-olah jatuh
menimpanya secara tiba-tiba dan meninggalkannya dalam
keadaan tercekam. Dalam deritanya, secara instingtif dia
berpaling kepada istrinya, Khadijah.
Berjalan tertatih sambil gemetaran hebat, Muhammad
menjatuhkan diri ke pangkuan istrinya, “Selimuti aku, selimuti
aku!” serunya, memohon istrinya untuk melindungi dirinya.
Tatkala rasa takut mulai menghilang, Muhammad bertanya
kepada Khadijah apakah dirinya betul-betul telah menjadi
majnun. Khadijah bersegera memberi ketegasan: “Engkau
adalah orang yang baik dan penuh perhatian kepada sanak
saudaramu. Engkau menolong fakir miskin dan orang yang
kesulitan, dan ikut memikul beban mereka. Engkau berupaya
mengembalikan akhlak mulia yang nyaris hilang dari
kaummu. Engkau menghormati tamu dan membantu orang-
4
orang yang susah. Tak mungkin engkau (majnun).” Tuhan
tidak bertindak dengan sewenang-wenang. Khadijah
menganjurkan agar mereka berkonsultasi dengan sepupunya,
Waraqah, yang saat itu penganut Kristen dan mempelajari
kitab suci. Waraqah sama sekali tidak sangsi: Muhammad
telah menerima wahyu dari Tuhan Musa dan nabi-nabi lain,
dan telah menjadi utusan ilahi bagi bangsa Arab. Akhirnya,
setelah melalui periode beberapa tahun, Muhammad menjadi
yakin bahwa memang demikianlah halnya dan mulai
mendakwahi kaum Quraisy, menghadirkan bagi mereka
sebuah kitab suci dalam bahasa mereka sendiri.
Namun, tidak seperti Taurat yang menurut kisah biblikal
diwahyukan kepada Musa dalam satu waktu secara
~251~ (pustaka-indo)