Page 264 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 264
http://pustaka-indo.blogspot.com
melaksanakan apa yang diperintahkan Allah
kepadanya.
Maka hendaklah manusia itu memperhatikan
makanannya. Sesungguhnya Kami telah benar-
benar mencurahkan air (dari langit), kemudian
Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya, lalu
Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu,
anggur dan sayur-sayuran, zaitun dan pohon
kurma, kebun-kebun yang lebat, dan buah-
buahan serta rumput-rumputan, untuk
kesenanganmu dan untuk binatang-binatang
13
ternakmu.
Oleh karena itu, yang jadi persoalan bukanlah pengakuan
atas keberadaan Tuhan. Di dalam Al-Quran, “orang yang
ingkar” (kafir bi ni‘mah Allah) bukanlah orang ateis dalam
pengertian yang lazim kita pahami atas kata tersebut, yakni
orang yang tidak percaya kepada Tuhan, melainkan orang
yang tidak bersyukur kepadanya, yang mampu melihat
dengan jelas apa yang telah dilimpahkan Allah kepadanya,
tetapi menolak untuk mengagungkannya dengan semangat
pembangkangan yang tak berterima kasih.
Al-Quran tidak mengajarkan sesuatu yang baru kepada
kaum Quraisy. Bahkan, kitab itu dengan teguh mengklaim
sebagai “pengingat” akan hal-hal yang telah diketahui, yang
diungkapkannya dengan lebih jelas. Kadang-kadang Al-
Quran membuka suatu topik dengan anak kalimat: “Apakah
kalian tidak melihat …?” atau “Apakah kalian tidak berpikir
…?” Firman Tuhan tidak sekadar mengeluarkan perintah-
perintah yang arbitrer dari atas, tetapi mengajak orang-orang
Quraisy untuk berdialog. Al-Quran, misalnya,
memperingatkan mereka bahwa Ka‘bah, rumah Allah,
sangat berpengaruh terhadap keberhasilan mereka yang
pada hakikatnya merupakan karunia Tuhan. Kaum Quraisy
~257~ (pustaka-indo)