Page 266 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 266
http://pustaka-indo.blogspot.com
kemakmuran secara merata dengan menyedekahkan
14
sebagian harta kepada fakir miskin. Zakat dan shalat
merupakan dua dari lima rukun atau prinsip ajaran Islam.
Seperti halnya nabi-nabi Ibrani, Muhammad menyiarkan
sebuah etika yang bisa kita sebut sosialis sebagai
konsekuensi dari penyembahan kepada satu Tuhan. Tak ada
doktrin-doktrin tentang Tuhan yang bersifat wajib: bahkan,
Al-Quran sangat mewaspadai spekulasi teologis,
mengesampingkannya sebagai zhanna, yaitu menduga-duga
tentang sesuatu yang tak mungkin diketahui atau dibuktikan
oleh siapa pun. Doktrin Kristen tentang Inkarnasi dan
Trinitas tampaknya merupakan contoh pertama zhanna dan
tidak mengherankan jika umat Muslim memandang ajaran-
ajaran itu sebagai penghujatan. Sebaliknya, sebagaimana di
dalam Yudaisme, Tuhan dialami sebagai dorongan untuk
menegakkan moral. Meskipun hampir tak pernah
berhubungan dengan orang Yahudi atau Nasrani maupun
kitab-kitab suci mereka, Muhammad telah langsung
menerobos ke dalam inti monoteisme historis.
Akan tetapi, di dalam Al-Quran, Allah tampil lebih
impersonal daripada YHWH. Dia tidak dicirikan oleh sedih
dan senang seperti Tuhan biblikal. Kita hanya mungkin
memahami sesuatu mengenai Tuhan melalui “tanda-tanda”
alam, dan begitu transendennya Tuhan sehingga kita hanya
15
bisa membicarakannya melalui “perumpamaan”. Oleh
karena itu, Al-Quran berulang-ulang mengimbau kaum
Muslim untuk melihat alam sebagai penampakan Tuhan
(epiphany); mereka harus menggunakan upaya imajinatif
untuk melihat melalui dunia yang beraneka ini wujud asal
yang utuh, realitas transenden yang menapasi segala sesuatu.
Kaum Muslim diajak untuk menumbuhkan sikap sakramental
atau simbolik:
~259~ (pustaka-indo)