Page 269 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 269
http://pustaka-indo.blogspot.com
Muslim mengakui bahwa mereka betul-betul mengalami rasa
transendensi, tentang realitas dan kekuatan tertinggi di balik
fenomena dunia fana yang rentan dan sementara. Oleh
karena itu, membaca Al-Quran merupakan latihan spiritual
yang sukar dipahami oleh orang Kristen karena mereka tak
memiliki bahasa sakral seperti halnya orang-orang Yahudi,
Hindu, dan Muslim. Yesuslah yang menjadi Firman Tuhan,
dan tak ada yang suci dalam Perjanjian Baru yang berbahasa
Yunani itu. Akan tetapi, orang Yahudi mempunyai sikap yang
sama terhadap Taurat. Tatkala mereka mengkaji lima kitab
pertama dari Alkitab, mereka tidak sekadar melayangkan
pandangan ke halaman demi halaman. Mereka sering
melantunkan firman-firman itu dengan suara keras,
menikmati kata-kata yang diyakini telah diucapkan oleh
Tuhan sendiri ketika dia memperlihatkan dirinya kepada
Musa di Sinai. Kadang kala mereka berayun ke belakang
dan ke depan, seperti nyala api di depan embusan napas sang
Ruh. Tak diragukan lagi bahwa orang Yahudi yang membaca
Alkitab mereka dengan cara seperti ini memperoleh
pengalaman yang berbeda tentang kitab suci dibandingkan
dengan orang Kristen yang memandang lima Kitab Musa
sebagai bagian yang membosankan dan tak jelas.
Para penulis biografi awal Muhammad sering
menggambarkan ketakjuban dan keterkejutan yang dialami
orang-orang Arab ketika mereka pertama kali mendengarkan
Al-Quran. Banyak yang berpindah agama seketika itu juga,
karena percaya bahwa hanya Tuhanlah yang bisa menyusun
langgam bahasa dengan keindahan yang menakjubkan itu.
Sering pula seorang penganut baru menggambarkan
pengalaman itu sebagai rasukan ilahi yang mengalirkan
kerinduan terpendam dan membebaskan desakan-desakan
perasaan. Demikianlah pengakuan pemuda Quraisy, seperti
Umar ibn Khattab yang pernah menjadi musuh paling
~262~ (pustaka-indo)