Page 271 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 271
http://pustaka-indo.blogspot.com
dengan suara perlahan di depan tempat suci itu. Karena
merasa ingin mendengarkan firman-firman itu, Umar
menyelinap ke bawah tirai yang menutupi bangunan kubus
besar itu dan berjalan menyelinap hingga akhirnya tiba persis
di depan Nabi. Seperti yang dikatakannya, “Tak ada sesuatu
pun di antara kami berdua kecuali tirai penutup Ka‘bah”—
tak ada yang melindungi dirinya kecuali satu itu. Kemudian
kekuatan gaib dari bahasa Arab itu mulai berpengaruh:
“Ketika aku mendengar Al-Quran, hatiku menjadi lembut
sehingga aku menangis dan kubiarkan Islam menyelinap
19
memasuki jiwaku.” Al-Quran menjadikan Tuhan bukan
sebuah realitas mahaperkasa yang berada “jauh di luar
sana”. Al-Quran menghadirkan Tuhan di dalam pikiran, hati,
dan wujud setiap orang yang beriman (mukmin).
Pengalaman Umar dan umat Muslim lainnya yang tergugah
untuk menganut Islam karena Al-Quran mungkin bisa
diperbandingkan dengan pengalaman seni seperti yang
diketengahkan oleh George Steiner dalam bukunya Real
Presences: Is There Anything in What We Say? Steiner
berbicara tentang apa yang disebutnya “penjalaran seni,
sastra, dan musik serius” yang “mempertanyakan privasi
terjauh eksistensi kita”, invasi atau pewartaan yang
menerobos ke dalam “relung kecil wujud kita” dan
memerintahkan kita “ubahlah kehidupanmu!” Setelah
panggilan itu, relung tersebut “tak lagi dapat dihuni dalam
20
cara yang sama seperti sebelumnya”. Muslim seperti
Umar tampaknya mendapat pengalaman guncangan
perasaan yang serupa, desakan yang membangunkan dan
mengusik, yang memampukan mereka menjalani
keterputusan yang menyakitkan dengan tradisi masa lalu.
Bahkan orang-orang Quraisy yang telah menolak Islam tak
luput terguncang oleh Al-Quran dan menemukannya berada
di luar semua kategori yang telah mereka kenal: tak ada
~264~ (pustaka-indo)