Page 281 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 281

http://pustaka-indo.blogspot.com
                   tumbuh  tidak  di  sebelah  timur  (sesuatu)  dan
                   tidak   pula    di   sebelah   baratnya,    yang
                   minyaknya   (saja)    hampir-hampir   menerangi
                   walaupun  tidak  disentuh  api.  Cahaya  di  atas
                   cahaya. 28

             Sisipan ka  merupakan  pengingat  akan  watak  simbolik  yang
             mendasar  dalam  setiap  pembicaraan  Al-Quran  tentang
             Tuhan. Al-Nur,  oleh  karena  itu,  bukanlah  Tuhan  itu  sendiri,
             tetapi  merujuk  kepada  pencerahan  yang  dikaruniakannya
             pada  suatu  wahyu  khusus  (pelita)  yang  bersinar  di  hati
             seseorang (lubang). Cahaya itu sendiri tidak bisa disamakan
             sepenuhnya  dengan  salah  seorang  pembawanya,  tetapi
             berlaku  sama  untuk  semua.  Sebagaimana  ditafsirkan  oleh
             para  mufasir  Muslim  sejak  hari-hari  awal  Islam,  cahaya
             merupakan simbol yang sangat baik bagi Realitas ilahi, yang
             mentransendensi  ruang  dan  waktu.  Citra  pohon  zaitun  di
             dalam  ayat  ini  telah  ditafsirkan  sebagai  perumpamaan  bagi
             kesinambungan  wahyu,  yang  tumbuh  dari  satu  “akar”  dan
             bercabang  menjadi  berbagai  pengalaman  keagamaan  yang
             tidak  bisa  diidentifikasi  atau  dibatasi  pada  satu  tradisi  atau
             lokasi tertentu: ia tidak berasal dari Timur maupun dari Barat.


             Ketika Waraqah ibn Naufal yang beragama Kristen itu telah
             menyatakan  bahwa  Muhammad  adalah  seorang  nabi  sejati,
             baik dirinya sendiri maupun Muhammad tidak berharap agar
             dia  masuk  Islam.  Muhammad  tak  pernah  meminta  orang
             Yahudi  atau  Kristen  untuk  menganut  agama  Allah,  kecuali
             jika  mereka  sendiri  yang  betul-betul  menginginkannya,
             karena mereka telah memiliki kitab suci tersendiri yang juga
             autentik.  Al-Quran  tidak  memandang  pewahyuan  sebagai
             pembatalan pesan-pesan dan pandangan-pandangan dari nabi
             terdahulu,  tetapi  justru  menekankan  kesinambungan
             pengalaman  keagamaan  umat  manusia.  Hal  ini  perlu
             ditegaskan  karena  toleransi  bukanlah  suatu  kebajikan  yang



                            ~274~ (pustaka-indo)
   276   277   278   279   280   281   282   283   284   285   286