Page 30 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 30
http://pustaka-indo.blogspot.com
telah hilang dari kita itu—jika memang dia telah hilang—kita
perlu melihat apa yang dilakukan manusia ketika mereka
mulai menyembah Tuhan ini, apa maknanya, dan bagaimana
dia dipahami. Untuk melakukan itu, kita perlu menelusuri
kembali dunia kuno Timur Tengah, tempat gagasan tentang
Tuhan kita secara perlahan tumbuh sekitar 14.000 tahun
silam.
Salah satu alasan mengapa agama tampak tidak relevan
pada masa sekarang adalah karena banyak di antara kita
tidak lagi memiliki rasa bahwa kita dikelilingi oleh yang gaib.
Kultur ilmiah kita telah mendidik kita untuk memusatkan
perhatian hanya kepada dunia fisik dan material yang hadir di
hadapan kita. Metode menyelidiki dunia seperti ini memang
telah membawa banyak hasil. Akan tetapi, salah satu
akibatnya adalah kita, sebagaimana yang telah terjadi,
kehilangan kepekaan tentang yang “spiritual” atau “suci”
seperti yang melingkupi kehidupan masyarakat yang lebih
tradisional pada setiap tingkatannya dan yang dahulunya
merupakan bagian esensial pengalaman manusia tentang
dunia. Di Kepulauan Laut Selatan, mereka menyebut
kekuatan misterius ini sebagai mana; yang lain
mengalaminya sebagai sebuah kehadiran atau ruh; kadang-
kadang ia dirasakan sebagai sebuah kekuatan impersonal,
seperti layaknya sebentuk radioaktivitas atau tenaga listrik.
Kekuatan ini diyakini bersemayam dalam diri kepala suku,
pepohonan, bebatuan, atau hewan-hewan. Orang latin
mengalami numina (ruh-ruh) dalam semak yang dianggap
suci; orang Arab merasakan bahwa daratan dipenuhi oleh
jin-jin. Secara alamiah, manusia ingin bersentuhan dengan
realitas ini dan memanfaatkannya, tetapi mereka juga ingin
sekadar mengaguminya. Ketika orang mulai
mempersonalisasi kekuatan gaib dan menjadikannya sebagai
tuhan-tuhan, mengasosiasikannya dengan angin, matahari,
~23~ (pustaka-indo)