Page 305 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 305

http://pustaka-indo.blogspot.com
             Ibn hanbal tidak menyetujui diskusi rasional mengenai Tuhan.
             Maka  ketika  tokoh  Mu‘tazilah  moderat,  Al-Huayan  Al-
             Karabisi (w. 859), mengajukan sebuah solusi damai—bahwa
             Al-Quran  sebagai  firman  Tuhan  memang  bukan  makhluk,
             namun ketika dibaca oleh manusia maka ia menjadi makhluk
             —Ibn  Hanbal  mencela  doktrin  itu.  Al-Karabisi  siap  untuk
             mengubah pandangannya, dan menyatakan bahwa Al-Quran
             berbahasa  Arab  yang  tertulis  dan  diucapkan  adalah  bukan
             makhluk  hanya  sejauh  ia  menjadi  bagian  dari  ucapan  Allah
             yang abadi. Akan tetapi, Ibn Hanbal menyatakan bahwa ini
             juga  tidak  sah  karena  tidak  berfaedah  dan  sangat  riskan
             untuk  berspekulasi  mengenai  watak  Al-Quran  dalam  cara
             rasionalistik  seperti  itu.  Akal  bukanlah  alat  yang  memadai
             untuk  menyingkapkan  rahasia  Tuhan.  Dia  menuduh
             Mu‘tazilah  telah  menanggalkan  misteri  Tuhan  dan
             menjadikannya  sekadar  rumusan  abstrak  yang  tak  memiliki
             nilai  religius.  Ketika  Al-Quran  menggunakan  istilah  yang
             antropomorfis  untuk  menjelaskan  aktivitas  Tuhan  di  dunia
             atau  ketika  dikatakan  bahwa  Tuhan  “berbicara”,  “melihat”,
             dan “duduk di atas singgasananya”, Ibn Hanbal berpendapat
             bahwa  hal  itu  harus  diinterpretasikan  secara  harfiah  tetapi
             “tanpa  bertanya  bagaimana”  (bila  kayfa).  Ibn  Hanbal
             mungkin bisa diperbandingkan dengan orang Kristen radikal
             semacam  Athanasius,  yang  bersikeras  dengan  interpretasi
             ekstrem  atas  doktrin  Inkarnasi  menentang  pemikiran  yang
             lebih   rasional.   Ibn   Hanbal   selalu   menekankan
             ketaktercerapan  kodrat  ilahi,  yang  memang  berada  di  luar
             jangkauan semua analisis logis dan konseptual.

             Sungguhpun  demikian,  Al-Quran  senantiasa  menekankan
             pentingnya akal dan penalaran, dan posisi Ibn Hanbal terlihat
             agak terlalu lugu. Banyak umat Muslim memandang posisi itu
             sebagai  penyimpangan  dan  obskurantis.  Jalan  kompromi
             ditemukan  oleh  Abu  Al-Hasan  ibn  Ismail  Al-Asy‘ari  (878-




                            ~298~ (pustaka-indo)
   300   301   302   303   304   305   306   307   308   309   310