Page 310 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 310
http://pustaka-indo.blogspot.com
disiplin, bukannya pandangan faktual tentang realitas,
penjelasan itu dapat membantu kaum Muslim untuk
mengembangkan kesadaran berketuhanan seperti yang telah
dijelaskan Al-Quran. Kelemahannya terletak pada
penolakannya atas bukti ilmiah dan interpretasinya yang
terlalu harfiah terhadap sikap religius yang pada dasarnya tak
bisa dijelaskan. Paham ini bisa mengakibatkan
ketidakseimbangan antara cara pandang seorang Muslim
tentang Tuhan dengan caranya melihat persoalan-persoalan
lain. Baik kaum Mu‘tazilah maupun Asy‘ariah telah
berupaya, dalam cara yang berbeda, untuk mengaitkan
pengalaman keagamaan tentang Tuhan dengan penalaran
rasional biasa. Hal ini memang penting. Kaum Muslim
mencoba menemukan apakah mungkin berbicara tentang
Tuhan seperti kita mendiskusikan persoalan-persoalan lain.
Telah kita saksikan bahwa orang Yunani telah tiba pada
keputusan bahwa jawabannya adalah tidak dan bahwa diam
merupakan satu-satunya bentuk teologi yang memadai. Pada
akhirnya, kebanyakan umat Muslim tiba pada kesimpulan
yang sama.
Muhammad dan para Sahabatnya hidup dalam masyarakat
yang lebih primitif dibandingkan dengan masyarakat pada
masa Al-Baqillani. Imperium Islam telah tersebar ke dunia
berperadaban, sehingga kaum Muslim harus berhadapan
dengan cara pandang tentang Tuhan dan dunia yang secara
intelektual memang lebih canggih. Muhammad secara
instingtif telah mengalami kembali perjumpaan orang Ibrani
kuno dengan yang ilahi, sedangkan generasi berikutnya harus
menjalani sebagian persoalan yang telah dijumpai oleh
gereja-gereja Kristen. Beberapa di antara mereka bahkan
berpaling kepada teologi Inkarnasi, sekalipun Al-Quran telah
mencela sikap orang-orang Kristen menuhankan Yesus.
Perjalanan Islam telah memperlihatkan bahwa gagasan
~303~ (pustaka-indo)