Page 318 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 318
http://pustaka-indo.blogspot.com
menerapkan metode rasional terhadap Al-Quran, kerap
dikaitkan dengan kaum Mu‘tazilah dan berbeda pendapat
dengan Aristoteles dalam beberapa isu pokok. Dia mendapat
pendidikan di Basrah, tetapi menetap di Bagdad dengan
santunan dari Khalifah Al-Ma’mun. Karya dan pengaruhnya
sangat banyak, mencakup matematika, ilmu alam, dan
filsafat. Namun, perhatiannya yang utama adalah agama.
Dengan latar belakangnya sebagai penganut Mu‘tazilah, dia
hanya memandang filsafat sebagai alat bantu dalam
memahami wahyu: pengetahuan yang diwahyukan kepada
para nabi selalu lebih unggul daripada pandangan-pandangan
kemanusiaan para filosof. Kebanyakan para filosof pada
zaman berikutnya tidak menyetujui perspektif ini. Akan
tetapi, Al-Kindi juga amat bersemangat untuk menemukan
kebenaran di dalam tradisi-tradisi agama lain. Kebenaran itu
tunggal, dan adalah tugas para filosof untuk mencarinya
dalam bungkus budaya atau bahasa apa pun yang telah
diambilnya selama berabad-abad.
Kita tak usah malu meyakini kebenaran dan
mengambilnya dari sumber mana pun ia datang
kepada kita, bahkan walaupun seandainya ia
dihadirkan kepada kita oleh generasi
terdahulu dan orang-orang asing. Bagi siapa
saja yang mencari kebenaran, tak ada nilai
yang lebih tinggi kecuali kebenaran itu
sendiri; kebenaran tidak pernah merendahkan
atau menghinakan orang yang mencapainya,
namun justru mengagungkan dan
menghormatinya. 1
Di sini Al-Kindi bersesuaian dengan Al-Quran. Akan tetapi,
Al-Kindi melangkah lebih jauh karena dia tidak membatasi
diri pada nabi-nabi saja, tetapi juga berpaling kepada para
filosof Yunani. Dia menggunakan argumen-argumen
Aristoteles untuk membuktikan eksistensi Penggerak
~311~ (pustaka-indo)