Page 321 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 321

http://pustaka-indo.blogspot.com
             sosial  dan  politik  yang  merupakan  hal  penting  dalam
             spiritualitas  Muslim.  Dalam  Republic,  Plato  pernah
             mengemukakan  bahwa  suatu  masyarakat  yang  baik  mesti
             dipimpin oleh seorang filosof yang memerintah sesuai dengan
             prinsip-prinsip  rasional  dan  mampu  menjelaskan  prinsip-
             prinsip  itu  kepada  orang  awam.  Al-Farabi  berpendapat
             bahwa  Nabi  Muhammad  Saw.  adalah  seorang  pemimpin
             yang  persis  seperti  dimaksudkan  Plato.  Beliau  telah
             mengungkapkan kebenaran universal dalam bentuk imajinatif
             yang  dapat  dipahami  orang  awam,  sehingga  Islam  secara
             ideal  cocok  dengan  masyarakat  yang  dicita-citakan  Plato.
             Syiah  mungkin  merupakan  bentuk  Islam  yang  paling  cocok
             untuk menjalankan proyek ini, karena kultus mereka tentang
             imam  sebagai  pemimpin  yang  arif.  Meskipun  mengamalkan
             ajaran  Sufi,  Al-Farabi  memandang  wahyu  sebagai  proses
             yang  sepenuhnya  alamiah.  Tuhan  para  filosof  Yunani  yang
             jauh  dari  persoalan-persoalan  manusia,  tidak  mungkin
             “berbicara  kepada”  manusia  dan  campur  tangan  di  dalam
             urusan-urusan keduniaan, seperti yang disiratkan oleh doktrin
             tradisional  tentang  wahyu.  Namun,  ini  tidak  berarti  bahwa
             Tuhan  jauh  dari  pokok  kajian  Al-Farabi.  Tuhan  merupakan
             sesuatu  yang  sentral  dalam  filsafatnya,  dan  risalahnya
             dimulai  dengan  pembahasan  tentang  Tuhan.  Tuhan  dalam
             pandangan Al-Farabi sesuai dengan konsepsi Aristoteles dan
             Plotinus:  dialah  Yang  Pertama  dari  semua  wujud.  Seorang
             Kristen  Yunani  yang  terbiasa  dengan  filsafat  mistis  Denys
             Aeropagite  akan  berkeberatan  terhadap  teori  yang  dengan
             begitu saja menganggap Tuhan sebagai sekadar suatu wujud
             lain, meskipun dengan hakikat yang lebih tinggi. Akan tetapi,
             Al-Farabi tetap dekat dengan Aristoteles. Dia tidak percaya
             bahwa  Tuhan  dengan  “tiba-tiba”  saja  memutuskan  untuk
             menciptakan alam, sebab hal seperti itu dapat menimbulkan
             pemahaman  bahwa  Tuhan  yang  abadi  dan  statis  ternyata
             telah mengalami perubahan.



                            ~314~ (pustaka-indo)
   316   317   318   319   320   321   322   323   324   325   326