Page 326 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 326

http://pustaka-indo.blogspot.com
             Seperti Yesus di gunung Tabor mewakili manusia ketuhanan
             bagi  orang  Kristen  Ortodoks  Yunani,  dan  seperti  Buddha
             menubuhkan  pencerahan  yang  mungkin  dicapai  oleh  semua
             manusia,  demikian  pula  watak  kemanusiaan  imam  telah
             diubah oleh ketakwaan utuhnya kepada Tuhan.

             Kaum  Ismaili  merasa  bahwa  para  faylasuf  terlalu
             memusatkan  perhatian  pada  unsur-unsur  eksternal  dan
             rasionalistik agama dan mengabaikan inti spiritualnya. Meski
             menentang  pemikiran  bebas  Al-Razi,  mereka  juga
             mengembangkan  filsafat  dan  sains  sendiri,  yang  tidak
             dipandang sebagai tujuan akhir, tetapi sebagai latihan spiritual
             untuk  memampukan  mereka  memahami  makna  batin  Al-
             Quran.  Berkontemplasi  tentang  abstraksi  sains  dan
             matematika memurnikan pikiran mereka dari tamsil indriawi
             dan  membebaskan  mereka  dari  keterbatasan  kesadaran
             sehari-hari. Alih-alih menggunakan sains untuk memperoleh
             pemahaman  akurat  dan  harfiah  tentang  realitas  eksternal,
             kaum  Ismaili  memanfaatkannya  untuk  mengembangkan
             imajinasi  mereka.  Mereka  beralih  kepada  mitos-mitos
             Zoroasterian  Iran  kuno,  menggabungkannya  dengan
             beberapa  gagasan  Neoplatonis  dan  mengembangkan
             persepsi  baru  tentang  sejarah  penyelamatan.  Dapat  diingat
             kembali  bahwa  di  dalam  masyarakat  yang  lebih  tradisional,
             orang-orang percaya bahwa pengalaman mereka di dunia ini
             sebenarnya  merupakan  pengulangan  peristiwa-peristiwa
             yang  pernah  terjadi  di  alam  langit:  doktrin  Plato  tentang
             bentuk-bentuk  atau  arketipe  abadi  telah  mengungkapkan
             keyakinan perenial ini dalam idiom filsafat. Di Iran pra-Islam,
             misalnya, realitas dipandang memiliki aspek ganda: ada langit
             yang bisa dilihat (getik) dan langit surgawi (menok) yang tak
             bisa  dilihat  lewat  persepsi  normal  kita.  Hal  yang  sama
             berlaku  untuk  realitas-realitas  yang  lebih  abstrak  dan
             spiritual:  setiap  doa  atau  amal  baik  yang  kita  kerjakan  di




                            ~319~ (pustaka-indo)
   321   322   323   324   325   326   327   328   329   330   331