Page 329 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 329

http://pustaka-indo.blogspot.com
             religius  dan  mereduksinya  menjadi  sebuah  konsep.
             Sebaliknya,   Al-Sijistani   menganjurkan   penggunaan
             penyangkalan  ganda.  Menurutnya,  kita  mesti  mulai  dengan
             menyatakan  Tuhan  secara  negatif,  misalnya  dengan
             menyatakan  bahwa  dia  “bukan  wujud”  daripada  “wujud”,
             “tidak tahu” daripada “mengetahui”, dan seterusnya. Namun,
             kita  harus  segera  menyangkal  penegasian  yang  abstrak  ini
             dengan  menyatakan  bahwa  Tuhan  “bukanlah  tidak
             mengetahui”  atau  bahwa  dia  “bukan  Tiada”  dalam
             pengertian  normal  kita  atas  kata  tersebut.  Dia  tidak
             bersesuaian dengan cara pengungkapan manusia mana pun.
             Dengan  berulang-ulang  menggunakan  disiplin  linguistik  ini,
             kaum  batini  akan  menjadi  sadar  tentang  tidak  memadainya
             bahasa untuk menyampaikan misteri Tuhan.

             Hamid  Al-Din  Kirmani  (w.  1021),  pemikir  Syiah  Ismailiyah
             yang  belakangan,  menjelaskan  hebatnya  kedamaian  dan
             kepuasan  yang  diperoleh  dari  latihan  ini  dalam  karyanya
             Rahaf  Al-Aql.  Ini  bukanlah  latihan  otak  yang  kering  dan
             picik,  melainkan  menanamkan  rasa  bermakna  dalam  setiap
             detail  kehidupan  seorang  Ismaili.  Para  penulis  Ismailiyah
             sering  berbicara  tentang  batin  mereka  dalam  istilah-istilah
             iluminasi  dan  transformasi.  Takwil  tidak  dirancang  untuk
             memberikan  informasi  tentang  Tuhan,  tetapi  untuk
             menciptakan  rasa  takjub  yang  mencerahkan  kaum  batini
             pada  tingkat  yang  lebih  dalam  daripada  pemikiran  rasional.
             Takwil juga bukan sebuah pelarian. Kaum Ismaili umumnya
             adalah  aktivis  politik.  Bahkan  Ja‘far  Al-Shadiq,  imam
             keenam,  telah  mendefinisikan  iman  sebagai  tindakan.
             Menurut  mereka,  seperti  halnya  Nabi  dan  para  imam,
             seorang  Mukmin  harus  menjadikan  visinya  tentang  Tuhan
             membawa pengaruh pada kehidupan di dunia.

             Cita-cita  ini  juga  dipegang  teguh  oleh  Ikhwan  Al-Shafa,




                            ~322~ (pustaka-indo)
   324   325   326   327   328   329   330   331   332   333   334