Page 332 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 332

http://pustaka-indo.blogspot.com
             diislamisasikannya  dengan  lebih  sukses  dibandingkan  para
             faylasuf  mana  pun  sebelumnya.  Dia  yakin  bahwa  jika
             falsafah  ingin  membuktikan  klaimnya  untuk  menghadirkan
             gambaran  utuh  tentang  realitas,  ia  mesti  memberikan
             pemahaman  yang  lebih  baik  tentang  keyakinan  agama
             kepada masyarakat awam, yang—dari sudut pandang mana
             pun—merupakan fakta utama dalam kehidupan politik, sosial,
             dan  pribadi.  Ibn  Sina  tidak  memandang  agama  wahyu
             sebagai versi inferior dari falsafah, tetapi berpendapat bahwa
             seorang  nabi,  seperti  Muhammad  lebih  tinggi  derajatnya
             daripada  filosof  mana  pun  karena  dia  tidak  bergantung
             kepada  akal  manusia,  tetapi  memperoleh  pengetahuan
             langsung dan intuitif dari Tuhan. Ini mirip dengan pengalaman
             mistik kaum Sufi dan pernah disebut Plotinus sebagai bentuk
             kearifan  tertinggi.  Namun,  tidak  berarti  bahwa  akal  sama
             sekali  tidak  memiliki  penalaran  tentang  Tuhan.  Ibn  Sina
             memberikan  demonstrasi  rasional  tentang  eksistensi  Tuhan
             berdasarkan  bukti-bukti  Aristoteles  yang  kemudian  menjadi
             standar  di  kalangan  filosof  Yudaisme  maupun  Islam  pada
             akhir  Abad  Pertengahan.  Ibn  Sina  maupun  para  faylasuf
             sama  sekali  tidak  menaruh  keraguan  tentang  keberadaan
             Tuhan. Mereka tak pernah ragu bahwa akal manusia tanpa
             bantuan  wahyu  dapat  tiba  pada  pengetahuan  tentang
             eksistensi  Wujud  Tertinggi.  Akal  adalah  aktivitas  manusia
             yang  paling  mulia:  ia  adalah  bagian  dari  akal  ilahi  dan  jelas
             memiliki  peran  penting  dalam  menjawab  persoalan
             keagamaan. Ibn Sina berpendapat bahwa orang-orang yang
             memiliki  kemampuan  intelektual  mengemban  tugas  untuk
             menemukan  Tuhan  melalui  akal,  karena  akal  dapat
             memperhalus     konsepsi    tentang    Tuhan     serta
             membebaskannya  dari  takhayul  dan  antropomorfisme.  Ibn
             Sina  dan  para  pengikutnya  yang  memikirkan  demonstrasi
             rasional tentang eksistensi Tuhan tidak bertentangan dengan
             kaum teis dalam pengertian kita atas kata itu. Mereka ingin



                            ~325~ (pustaka-indo)
   327   328   329   330   331   332   333   334   335   336   337