Page 337 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 337
http://pustaka-indo.blogspot.com
pada pendekatan rasional terhadap Tuhan, yang menurutnya
melelahkan. Dia beralih kepada apa yang disebutnya
“Filsafat Timur” (al-hikmah al-masyriqiyyah). Ini tidak
mengacu pada arah timur secara geografis, melainkan
kepada sumber cahaya. Dia bermaksud menulis sebuah
risalah esoterik menggunakan metode yang didasarkan pada
disiplin iluminasi (isyraq) serta rasiosinasi. Kita tak yakin
apakah dia memang pernah menulis risalah itu: sekiranya pun
pernah, tentu risalah itu telah hilang. Namun, sebagaimana
juga akan kita saksikan pada bab mendatang, filosof besar
Iran, Yahya Suhrawardi mendirikan aliran Isyraqi yang
memang menggabungkan filsafat dengan spiritualitas dalam
cara yang pernah direncanakan oleh Ibn Sina.
Ilmu kalam dan falsafah telah mengilhami sebuah gerakan
intelektual yang sama di kalangan orang-orang Yahudi yang
berdomisili di kerajaan Islam. Mereka mulai menulis filsafat
mereka sendiri dalam bahasa Arab dan untuk pertama kali
memperkenalkan unsur metafisika dan spekulasi ke dalam
Yudaisme. Berbeda dengan para faylasuf Muslim, para
filosof Yahudi tidak melibatkan diri ke dalam seluruh rentang
ilmu filsafat, tetapi memusatkan perhatian terutama pada
masalah-masalah keagamaan. Mereka merasa harus
menjawab tantangan Islam dengan cara mereka sendiri, dan
itu melibatkan pencocokan Tuhan Alkitab yang personalistik
dengan Tuhan para faylasuf. Seperti kaum Muslim, mereka
tidak nyaman dengan penggambaran Tuhan secara
antropomorfis di dalam kitab suci dan Talmud. Mereka
bertanya kepada diri sendiri bagaimana Tuhan yang seperti
itu bisa sama dengan Tuhan para filosof. Mereka memikirkan
masalah penciptaan alam dan hubungan antara wahyu dan
akal. Meski secara ilmiah tiba pada kesimpulan yang
berbeda, mereka sangat bergantung pada para pemikir
Muslim. Saadia ibn Yoseph (882-942), orang pertama yang
~330~ (pustaka-indo)