Page 338 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 338
http://pustaka-indo.blogspot.com
melakukan interpretasi filosofis terhadap Yudaisme, adalah
seorang Talmudis sekaligus Mu‘tazilah. Dia percaya bahwa
akal bisa mencapai pengetahuan tentang Tuhan melalui
kekuatannya sendiri. Seperti seorang faylasuf, dia
memandang pencapaian konsepsi rasional tentang Tuhan
sebagai suatu mitzvah, kewajiban agama. Akan tetapi,
seperti rasionalis Muslim, Saadia tidak memiliki keraguan
sama sekali tentang eksistensi Tuhan. Realitas Tuhan
Pencipta tampak begitu jelas bagi Saadia sehingga, dalam
karyanya Books of Beliefs and Opinions, dia merasa yang
lebih perlu dibuktikan adalah soal kemungkinan keraguan di
dalam agama daripada soal iman.
Seorang Yahudi tidak dituntut untuk memaksa akalnya
menerima wahyu, demikian Saadia berpendapat. Namun, itu
tidak berarti bahwa Tuhan dapat sepenuhnya dijangkau oleh
akal manusia. Saadia mengakui bahwa ide tentang
penciptaan dari ketiadaan mengandung banyak kesulitan
filosofis dan tak mungkin dijelaskan dalam terma rasional,
karena Tuhan yang dikonsepsikan oleh falsafah tidak dapat
membuat keputusan mendadak dan memicu perubahan.
Bagaimana mungkin alam material bisa berasal dari Tuhan
yang sepenuhnya bersifat spiritual? Di sini, kita telah
mencapai batas akal dan harus menerima saja bahwa alam
ini tidak abadi, seperti yang diyakini oleh kaum Platonis,
tetapi memiliki permulaan dalam waktu. Ini satu-satunya
penjelasan yang mungkin dan bersesuaian dengan kitab suci
dan akal sehat. Setelah menerima ini, kita dapat
mendeduksikan fakta-fakta lain tentang Tuhan. Tatanan
makhluk telah direncanakan dengan cerdas; ia memiliki hidup
dan energi; oleh karena itu, Tuhan yang telah
menciptakannya pasti juga memiliki hikmat, hidup, dan
Kekuatan. Atribut-atribut ini bukanlah hypostases yang
terpisah, seperti disiratkan doktrin Trinitas Kristen, melainkan
~331~ (pustaka-indo)