Page 343 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 343
http://pustaka-indo.blogspot.com
hanya dapat didebat oleh seorang ahli dalam bidang falsafah,
Al-Ghazali mempelajari disiplin tersebut selama tiga tahun
11
hingga dia betul-betul menguasainya. Dalam risalahnya,
Tahafut Al-Falasifah (Kerancuan Falsafah), Al-Ghazali
berargumen bahwa para faylasuf itu telah menimbulkan
persoalan. Jika falsafah membatasi diri pada fenomena
duniawi yang teramati, seperti halnya kedokteran, astronomi,
atau matematika, tentu ia akan sangat berfaedah, tetapi tidak
mampu menyatakan apa-apa tentang Tuhan. Bagaimana
mungkin orang bisa membuktikan doktrin emanasi, entah
dengan cara apa pun? Berdasarkan autoritas apa para
faylasuf itu menyimpulkan bahwa Tuhan hanya mengetahui
hal-hal yang bersifat umum dan universal, bukan yang
partikular? Bagaimana mereka membuktikan ini? Argumen
mereka bahwa Tuhan terlalu agung untuk mengetahui
realitas-realitas yang lebih rendah adalah tidak layak: sejak
kapan ketidaktahuan terhadap sesuatu dipandang sebagai
keunggulan? Tak ada cara untuk membuktikan proposisi-
proposisi ini secara memuaskan. Karenanya, para faylasuf
itu tidak rasional dan tidak filosofis sebab berusaha mencari
pengetahuan yang terletak di luar kapasitas akal dan tidak
bisa diverifikasi oleh indra.
Apakah yang tersisa bagi seorang pencari kebenaran yang
tulus? Apakah iman yang teguh kepada Tuhan menjadi
mustahil? Serentetan pertanyaan ini menyebabkan Al-
Ghazali tertekan. Dia kehilangan gairah, kehilangan selera
makan, dan dibelit rasa putus asa. Akhirnya, sekitar tahun
1094, dia merasa tidak mampu lagi untuk berbicara atau
memberi kuliah:
Tuhan telah melumpuhkan lidahku sehingga aku
tak bisa lagi mengajar. Aku pernah memaksakan
diri untuk mengajar murid-muridku di suatu
hari, namun lidahku tak mampu mengucap
~336~ (pustaka-indo)