Page 345 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 345

http://pustaka-indo.blogspot.com
             itu nyata, bukan cuma fantasi. Tentu saja pernyataan seperti
             itu  bisa  mengandung  klaim  yang  palsu,  namun  setelah
             sepuluh tahun menjalani kehidupan sebagai seorang Sufi, Al-
             Ghazali  berpendapat  bahwa  pengalaman  keagamaan
             merupakan  satu-satunya  cara  untuk  memverifikasi  realitas
             yang  berada  di  luar  jangkauan  akal  manusia  dan  proses
             pemikiran.  Pengetahuan  kaum  Sufi  tentang  Tuhan  bukan
             merupakan  pengetahuan  rasional  atau  metafisik,  melainkan
             benar-benar sama dengan pengalaman intuitif para nabi sejak
             dahulu  kala:  para  Sufi  dengan  demikian  telah  menemukan
             sendiri  kebenaran  esensial  Islam  dengan  menghidupkan
             kembali pengalaman intinya.


             Oleh karena itu, Al-Ghazali merumuskan sebuah kredo mistik
             yang  dapat  diterima  oleh  mayoritas  Muslim,  yang  sering
             menaruh kecurigaan terhadap mistik Islam, seperti yang akan
             kita  saksikan  pada  bab  selanjutnya.  Seperti  Ibn  Sina,  Al-
             Ghazali  mempertimbangkan  kembali  kepercayaan  kuno
             mengenai alam ideal yang berada di atas dunia material yang
             indriawi ini. Dunia indriawi (alam al-syahadah)  merupakan
             replika  inferior  dari  apa  yang  kita  sebut  alam  akal  Platonik
             (alam  al-malakut),  sebagaimana  yang  diyakini  setiap
             faylasuf.  Al-Quran  dan  Alkitab  kaum  Yahudi  maupun
             Kristen  telah  berbicara  tentang  alam  spiritual  ini.  Manusia
             berada  di  kedua  wilayah  realitas  itu:  dia  masuk  ke  alam
             fisikal maupun alam ruh yang lebih tinggi karena Tuhan telah
             menorehkan  citra  keilahian  di  dalam  dirinya.  Dalam  risalah
             mistiknya Misykat Al-Anwar, Al-Ghazali menafsirkan Surah
                                                         14
             Al-Nur yang telah saya kutip dalam bab yang lalu.  Cahaya
             di dalam ayat ini merujuk kepada Tuhan maupun objek-objek
             lain  yang  bersinar:  pelita,  bintang.  Akal  kita  juga
             memancarkan cahaya. Akal kita bukan hanya membuat kita
             mampu  mempersepsikan  objek-objek  lain  tetapi,  seperti
             Tuhan  sendiri,  akal  mampu  melampaui  ruang  dan  waktu.



                            ~338~ (pustaka-indo)
   340   341   342   343   344   345   346   347   348   349   350