Page 349 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 349
http://pustaka-indo.blogspot.com
Halevi tidak memahami filsafat sebaik Al-Ghazali, tetapi dia
sepakat bahwa pengetahuan yang terandalkan tentang Tuhan
adalah melalui pengalaman keagamaan. Seperti Al-Ghazali,
dia juga mempostulatkan adanya daya religius khusus, tetapi
mengklaim bahwa kemampuan itu hanya dimiliki oleh orang
Yahudi. Dia mencoba memperlunak ini dengan menyatakan
bahwa goyim (orang bukan Yahudi) dapat mencapai
pengetahuan tentang Tuhan melalui hukum alam, tetapi
tujuan karya filosofis terbesarnya, The Kuzari, adalah untuk
menjustifikasi keunikan posisi Israel di antara bangsa-bangsa
lain. Seperti para Rabi Talmud, Halevi percaya bahwa setiap
orang Yahudi dapat memperoleh ruh kenabian melalui
penunaian mitzvot secara saksama. Tuhan yang
ditemukannya bukanlah sebuah fakta objektif yang
eksistensinya bisa didemonstrasikan secara ilmiah, melainkan
merupakan pengalaman yang secara esensial bersifat
subjektif. Dia bahkan bisa dipandang sebagai perluasan diri
“alamiah” orang Yahudi:
Keilahian menanti orang yang sesuai untuk
menjadi tempat bersemayamnya, untuk menjadi
Tuhan baginya, sebagaimana dalam kasus para
nabi dan orang suci …. Seperti halnya jiwa
yang menanti untuk masuk ke dalam janin
hingga kekuatan hidupnya disempurnakan untuk
memampukannya menerima keadaan yang lebih
tinggi ini. Dengan cara yang sama, Alam
menanti tibanya iklim yang baik agar dia
dapat menyuburkan tanah dan menumbuhkan
tanaman. 16
Dengan demikian, Tuhan bukanlah realitas yang asing, orang
Yahudi bukanlah wujud autonom yang terjauhkan dari yang
ilahi. Tuhan, menurut Halevi, bisa dilihat sebagai
penyempurnaan manusia, pemenuhan potensi manusia; lebih
jauh lagi, “Tuhan” yang dijumpainya secara unik adalah
~342~ (pustaka-indo)