Page 350 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 350
http://pustaka-indo.blogspot.com
miliknya sendiri, suatu gagasan yang akan kita telaah lebih
dalam pada bab mendatang. Halevi dengan hati-hati
membedakan antara Tuhan yang dapat dialami oleh orang
Yahudi dari esensi Tuhan itu sendiri. Tatkala para nabi dan
orang suci mengklaim pernah mengalami “Tuhan”, yang
mereka alami bukanlah zatnya melainkan hanya aktivitas ilahi
melalui semacam berkas kilasan cahaya dari realitas
transenden yang tak bisa dijangkau.
Akan tetapi, falsafah tidak sepenuhnya mati akibat polemik
yang diangkat oleh Al-Ghazali. Di Kordoba, seorang filosof
Muslim terkenal mencoba menghidupkannya kembali dan
mempertahankannya sebagai bentuk tertinggi agama. Abu
Al-Walid ibn Ahmad ibn Rusyd (1126-1198), yang di Eropa
dikenal sebagai Averroes, menjadi autoritas di Barat bagi
kalangan Yahudi maupun Kristen. Selama abad ketiga belas,
karya-karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa Ibrani dan
latin, dan komentar-komentarnya tentang Aristoteles
menimbulkan pengaruh besar terhadap teolog-teolog
terkemuka, seperti Maimonides, Thomas Aquinas, dan Albert
yang Agung. Pada abad kesembilan belas, Ernest Renan
menghormatinya sebagai pribadi yang merdeka dan pelopor
rasionalisme menentang kepercayaan buta. Namun, di Dunia
Islam sendiri, Ibn Rusyd hanya menjadi figur marjinal.
Melalui karya dan pengaruh yang ditimbulkan Ibn Rusyd
setelah wafatnya, kita bisa melihat perbedaan cara
pendekatan dan konsepsi antara Timur dan Barat tentang
Tuhan. Ibn Rusyd dengan bersemangat menolak kritik Al-
Ghazali terhadap falsafah dan cara Al-Ghazali
mendiskusikan persoalan-persoalan esoterik ini secara
terbuka. Berbeda dari pendahulunya, Al-Farabi dan Ibn Sina,
Ibn Rusyd adalah seorang qadi, hakim agama, sekaligus pula
seorang filosof. Kaum ulama selalu menaruh kecurigaan
terhadap falsafah dan konsepsi ketuhanannya yang sangat
~343~ (pustaka-indo)