Page 355 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 355
http://pustaka-indo.blogspot.com
(sebagai lawan dari ortopraksi) tidak dikenal dalam
pengalaman keagamaan Yahudi. Kredo Ibn Rusyd dan
Maimonides menyarankan bahwa pendekatan rasionalistik
dan intelektualistik terhadap agama akan mengarah kepada
dogmatisme dan identifikasi “iman” sebagai “kepercayaan
yang benar”.
Sungguhpun demikian, Maimonides dengan hati-hati
menyatakan bahwa Tuhan secara esensial tidak bisa
dipahami dan tak dapat dijangkau oleh akal manusia. Dia
membuktikan eksistensi Tuhan dengan menggunakan
argumen-argumen Aristoteles dan Ibn Sina, tetapi bersiteguh
bahwa Tuhan tetap tidak bisa dijangkau atau dijelaskan
karena simplisitas absolutnya. Nabi-nabi pun menggunakan
kiasan dan mengajarkan kepada kita bahwa pembicaraan
yang bermakna tentang Tuhan hanya mungkin dilakukan
dengan menggunakan bahasa simbolis dan perumpamaan.
Kita tahu bahwa Tuhan tidak dapat diperbandingkan dengan
apa pun yang ada. Oleh karena itu, lebih baik kita
menggunakan terminologi negatif ketika berupaya
menguraikannya. Daripada mengatakan bahwa “dia ada”
lebih baik kita menyangkal ketiadaannya, dan seterusnya.
Sebagaimana kaum Ismaili, penggunaan bahasa negatif
dipandang sebagai latihan yang dapat meningkatkan apresiasi
kita terhadap transendensi Tuhan, mengingatkan kita bahwa
kenyataannya sangat berbeda dari gagasan apa pun yang
dapat dikonsepsikan manusia mengenai Tuhan. Kita bahkan
tidak bisa mengartikan bahwa Tuhan itu “baik” karena dia
jauh melampaui apa pun yang kita pahami sebagai
“kebaikan”. Inilah cara untuk mengakali ketidaksempurnaan
kita, mencegah kita dari memproyeksikan harapan dan
keinginan kita kepadanya karena hal itu akan menjadikan
Tuhan memiliki citra dan kemiripan dengan kita. Namun
demikian, kita bisa memakai Via Negativa untuk membentuk
~348~ (pustaka-indo)