Page 358 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 358
http://pustaka-indo.blogspot.com
semangat tempur mereka dengan gereja dan mengajari
mereka nilainilai Kristen sejati melalui praktik peribadatan,
seperti ziarah. Pasukan Salib generasi pertama memandang
ekspedisi mereka ke Timur Dekat sebagai ziarah ke Tanah
Suci. Namun, mereka masih memiliki konsepsi yang sangat
primitif tentang Tuhan dan agama. Para rahib pejuang,
seperti St. George, St. Mercury, dan St. Demetrius
digambarkan melebihi tuhan dalam kebaikan mereka dan,
dalam praktik, hanya sedikit berbeda dari dewa-dewa pagan.
Yesus lebih dipandang sebagai pemimpin feodal Perang Salib
daripada sebagai inkarnasi logos: dia mengumpulkan para
kesatrianya untuk merebut kembali pusakanya—Tanah Suci
—dari kaum kafir. Ketika perjalanan mereka dimulai,
sebagian prajurit bertekad untuk membalas kematian Yesus
dengan menumpas komunitas Yahudi yang tinggal di
sepanjang lembah Rhine. Meski bukan bagian dari gagasan
awal Paus Urban II ketika dia menyerukan Perang Salib,
namun tampaknya Pasukan Salib bertindak terlalu kejam
untuk mengadakan perjalanan sejauh 3.000 mil demi
memerangi kaum Muslim yang sama sekali belum mereka
kenal, pada saat orang-orang yang diduga telah betul-betul
membunuh Yesus malah dibiarkan hidup dan diperlakukan
dengan baik di depan mata mereka sendiri. Selama
perjalanan panjang dan berat menuju Yerusalem, banyak di
antara pasukan nyaris menemui akhir hayatnya. Mereka
hanya dapat menggantungkan daya tahan mereka pada
asumsi bahwa merekalah bangsa pilihan Tuhan, yang telah
memperoleh perlindungan khusus darinya. Tuhan telah
membimbing mereka memasuki Tanah Suci seperti yang
pernah dilakukannya terhadap orang-orang Israel kuno. Dari
sudut pandang praktik, Tuhan mereka masih merupakan
dewa kesukuan primitif yang diceritakan dalam kitab-kitab
awal Alkitab. Ketika akhirnya berhasil menaklukkan
Yerusalem pada musim panas tahun 1099, mereka
~351~ (pustaka-indo)