Page 363 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 363
http://pustaka-indo.blogspot.com
—walau tak seorang pun pada masa tersebut
menginginkannya. Konflik ini berdimensi politik, yang tidak
akan dibahas di sini, tetapi juga berkisar pada masalah
Trinitas. Pada tahun 796, sebuah sinode uskup-uskup Barat
mengadakan pertemuan di Fréjus, Prancis Selatan, dan telah
menyisipkan klausa tambahan ke dalam kredo Nicene.
Klausa itu menetapkan bahwa Roh Kudus bukan hanya
berasal dari Bapa, melainkan juga dari Putra (filioque).
Uskup-uskup latin bermaksud menekankan persamaan
antara Bapa dan Putra, karena sebagian dari mereka
menganut pandangan Arius. Menyatakan Roh Kudus berasal
dari Bapa sekaligus Putra, menurut mereka, akan
menekankan kesetaraan status ketiganya. Meskipun
Charlemagne, yang akan segera menjadi Kaisar Barat, sama
sekali tidak paham soal-soal teologis, dia menerima klausa
sisipan tersebut. Akan tetapi, orang Yunani mengutuknya.
Orang latin tetap pada pendirian mereka dan bersikeras
bahwa Bapa-bapa mereka sendiri yang mengajarkan doktrin
ini. St. Agustinus, misalnya, memandang Roh Kudus sebagai
kesatuan dasar di dalam Trinitas, sebagai perwujudan cinta
antara Bapa dan Putra. Oleh karena itu, adalah benar jika
dikatakan bahwa Roh Kudus berasal dari keduanya, dan
klausa tambahan itu menekankan ketunggalan esensial ketiga
oknum itu.
Akan tetapi, orang Yunani selalu menaruh kecurigaan
terhadap teologi Trinitarian Agustinus, karena terlalu
antropomorfis. Kalau Barat memulai dengan ajaran tentang
keesaan Tuhan kemudian memandang ketiga oknum berada
di dalam kesatuan itu, orang Yunani justru mengawalinya
dengan tiga hypostases dan menyatakan bahwa keesaan
Tuhan—esensinya—berada di atas jangkauan pengetahuan
kita. Mereka berpendapat bahwa orang latin telah
menjadikan Trinitas terlalu mudah dipahami, mereka juga
~356~ (pustaka-indo)