Page 366 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 366

http://pustaka-indo.blogspot.com
             justru masuk ke dunia filsafat persis pada saat orang Yunani
             dan  Muslim  mulai  meninggalkannya.  Plato  dan  Aristoteles
             tidak  pernah  dibicarakan  di  dunia  latin  selama  Zaman
             Kegelapan  sehingga  tak  pelak  Barat  telah  ketinggalan.
             Pertemuan  dengan  filsafat  telah  begitu  merangsang  dan
             membangkitkan  semangat.  Teolog  abad  kesebelas,  Anselm
             dari  Canterbury,  yang  pandangan-pandangannya  tentang
             Inkarnasi  telah  dibahas  pada  Bab  4,  kelihatannya
             berpendapat  bahwa  segala  sesuatu  dapat  dibuktikan.
             Tuhannya  bukan  Tiada,  melainkan  wujud  tertinggi  dari
             segalanya.  Bahkan,  seorang  yang  tidak  beriman  bisa
             membentuk  ide  tentang  wujud  yang  mahatinggi  itu,  yang
             merupakan  “satu  watak,  tertinggi  di  antara  segala  sesuatu,
             mahatunggal dan berkecukupan dalam kedamaian abadi”. 28
             Sungguhpun  demikian,  dia  juga  mengajarkan  bahwa  Tuhan
             hanya mungkin dikenal melalui iman. Ini tidaklah separadoks
             kelihatannya.  Dalam  doanya  yang  terkenal,  Anselm
             merefleksikan  sabda  Yesaya:  “Jika  engkau  tak  beriman,
             engkau takkan mengerti”:


                   Aku  ingin  memahami  kebenaranmu  yang  diyakini
                   dan dicintai oleh hatiku. Karena aku mencari
                   pemahaman  bukan  agar  aku  beriman,  melainkan
                   aku  beriman  agar  aku  memahami  (credo  ut
                   intellegam). Karena aku bahkan percaya kepada
                   ini:  aku  takkan  mengerti,  kecuali  kalau  aku
                   beriman. 29

             Credo  ut  intellegam  yang  sering  dikutip  ini  bukanlah
             merupakan  penolakan  akal.  Anselm  tidak  mengklaim
             menganut  kredo  itu  secara  membabi  buta  dengan  harapan
             bahwa  pernyataan  semacam  itu  kelak  akan  menjadi
             bermakna.  Penegasannya  sebenarnya  harus  diterjemahkan
             sebagai:  “Aku  berserah  diri  agar  aku  bisa  mengerti.”  Pada
             saat itu, kata credo belum memiliki bias intelektual dari kata



                            ~359~ (pustaka-indo)
   361   362   363   364   365   366   367   368   369   370   371