Page 365 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 365
http://pustaka-indo.blogspot.com
tentang Tuhan, tetap tak berubah, terbatas pada kontemplasi
tentang Tuhan dalam doktrin-doktrin mistikal Trinitas dan
Inkarnasi. Mereka berpendapat bahwa “teologi
pengampunan” atau “teologi keluarga” mengandung
kontradiksi dalam terma. Mereka sama sekali tidak tertarik
pada diskusi-diskusi teoretis dan definisi isu-isu sekunder.
Barat justru semakin menaruh perhatian pada persoalan ini
dan membentuk suatu pandangan standar yang mengikat
bagi setiap orang. Reformasi, misalnya, telah membagi dunia
Kristen menjadi kubu-kubu yang saling bersitegang karena
orang Katolik dan Protestan tidak bisa bersepakat tentang
bagaimana penyelamatan terjadi dan apa persisnya makna
ekaristi. Kristen Barat terus menantang Yunani untuk
mengeluarkan pendapat mereka tentang isu-isu sensitif ini.
Akan tetapi, orang Yunani selalu ketinggalan dan, andaikata
mereka menjawab, jawaban mereka sering terdengar agak
membingungkan. Mereka tidak percaya kepada rasionalisme,
menganggapnya sebagai sarana yang tidak memadai untuk
berdiskusi tentang Tuhan yang berada di luar konsep maupun
logika. Metafisika dapat diterima dalam studi-studi sekular,
tetapi orang Yunani semakin merasa bahwa hal itu dapat
membahayakan keimanan. Metafisika menarik bagi pikiran
yang riuh rendah, yang sibuk berbicara, padahal theoria
mereka bukan merupakan opini intelektual, melainkan sikap
diam yang berdisiplin di hadapan Tuhan yang hanya bisa
diketahui melalui pengalaman religius dan mistik. Pada tahun
1082, filosof dan humanis John Italos diadili sebagai
pembid‘ah karena terlalu banyak menggunakan filsafat dan
konsepsi Neoplatonis tentang penciptaan. Penolakan filsafat
ini terjadi tidak lama sebelum Alghazali melakukan hal yang
sama di Bagdad dan meninggalkan kalam untuk menjadi
seorang Sufi.
Oleh karena itu, sungguh ironis bahwa orang Kristen Barat
~358~ (pustaka-indo)