Page 361 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 361

http://pustaka-indo.blogspot.com
             Tuhan  itu  “Tiada”.  Erigena  sadar  bahwa  ini  terdengar
             mengejutkan, namun dia memperingatkan pembacanya untuk
             tidak  khawatir.  Metodenya  hanya  bermaksud  mengingatkan
             kita  bahwa  Tuhan  bukanlah  sebuah  objek;  dia  tidak
             “mengada”  dalam  cara  apa  pun  yang  bisa  kita  pahami.
             Tuhan  adalah  “Dia  yang  lebih  dari  ada”  (aliquo  modo
                       24
             superesse).  Modus eksistensinya berbeda dari kita seperti
             perbedaan  wujud  kita  dari  binatang  dan  perbedaan  wujud
             binatang  dari  batu.  Namun,  jika  Tuhan  itu  “Tiada”,  dia
             sekaligus  adalah  “Segalanya”:  karena  “eksistensi  super”  ini
             berarti  bahwa  hanya  Tuhan  yang  memiliki  wujud  sejati;
             dialah esensi segala sesuatu yang meminjam wujud darinya.
             Oleh karena itu, setiap ciptaannya adalah sebuah teofani atau
             tanda  kehadiran  Tuhan.  Kesalehan  Celtic  Erigena—yang
             terumuskan dalam doa terkenal dari St. Patrick: “Tuhan hadir
             di dalam pikiranku dan di dalam pemahamanku”—membuat
             dia  memberi  penekanan  pada  imanensi  Tuhan.  Manusia,
             yang dalam skema Neoplatonis merangkum segenap ciptaan
             dalam  dirinya,  merupakan  teofani  paling  sempurna,  dan,
             seperti  Agustinus,  Erigena  mengajarkan  bahwa  kita  dapat
             menemukan  sejenis  trinitas  di  dalam  diri  kita,  meski  hanya
             lewat pantulan cermin yang buram.

             Dalam  teologi  paradoksikal  Erigena,  Tuhan  adalah  Tiada
             sekaligus Segalanya; kedua istilah itu saling menyeimbangkan
             satu  sama  lain  dan  berada  dalam  ketegangan  kreatif  yang
             menyiratkan misteri yang hanya dapat disimbolkan oleh kata
             “Tuhan”. Tatkala seorang murid bertanya kepadanya tentang
             apa  yang  dimaksudkan  Denys  bahwa  Tuhan  itu  Tiada,
             Erigena menjawab bahwa Kebaikan ilahi tidak bisa dipahami
             karena  hal  itu  adalah  “supraesensial”—artinya,  lebih  dari
             Kebaikan itu sendiri— sekaligus supranatural. Maka,


                   ketika  ia  merenungkan  dirinya  sendiri,  ia
                   tidak ada kini, dahulu atau nanti, karena ia

                            ~354~ (pustaka-indo)
   356   357   358   359   360   361   362   363   364   365   366