Page 320 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 320
http://pustaka-indo.blogspot.com
bekerja sebagai kepala rumah sakit di kota asalnya Rayy di
Iran selama beberapa tahun.
Kebanyakan faylasuf tidak membawa rasionalisme mereka
sampai seekstrem itu. Dalam sebuah perdebatan dengan
seorang Muslim yang lebih konvensional, Al-Razi
menyatakan bahwa seorang faylasuf sejati tidak dapat
bersandar pada tradisi yang sudah mapan, tetapi mesti
mengandalkan pikirannya sendiri karena hanya akal yang
mampu membawa kita kepada kebenaran. Bersandar
kepada doktrin-doktrin wahyu tidak ada manfaatnya karena
agama-agama itu berbeda. Bagaimana seseorang dapat
memastikan mana di antaranya yang benar? Akan tetapi,
penentangnya—yang, agak membingungkan, juga bernama
2
Al-Razi —mengetengahkan sebuah poin penting. Bagaimana
dengan orang-orang awam? tanyanya. Kebanyakan mereka
tidak mampu untuk melakukan penalaran filosofis: apakah
karena itu mereka sesat, ditakdirkan salah dan tak mendapat
petunjuk? Salah satu alasan mengapa falsafah tetap menjadi
sekte minoritas dalam Islam adalah karena elitismenya.
Falsafah terutama hanya menarik bagi mereka yang memiliki
derajat intelektualitas tertentu dan dengan demikian
bertentangan dengan semangat egalitarian yang mulai
menjadi ciri masyarakat Muslim.
Faylasuf Turki Abu Nasr Al-Farabi (w. 980) berhadapan
dengan persoalan massa yang tak berpendidikan, yang tidak
cukup mampu untuk menerima rasionalisme filosofis. Al-
Farabi dapat dianggap sebagai pendiri falsafah autentik dan
menunjukkan universalitas atraktif dari cita-cita Muslim ini.
Dia dapat kita sebut sebagai seorang Manusia Renaisans; dia
bukan hanya seorang ahli kedokteran, melainkan juga
seorang musisi dan mistikus. Dalam karyanya Ara’ Ahl Al-
Madinah Al-Fadhilah, dia juga memperlihatkan kepedulian
~313~ (pustaka-indo)