Page 36 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 36

http://pustaka-indo.blogspot.com
             Babilonia  mencoba  membayangkan  zat  primordial  suci  ini,
             mereka  berpikir  ia  pasti  mirip  dengan  tanah  berpaya  di
             Mesopotamia, yang tak henti-hentinya terancam banjir yang
             akan menyapu habis karya-karya manusia yang lemah. Oleh
             karena  itu,  dalam Enuma  Elish,  kekacauan  (chaos)  bukan
             berupa  api  panas  yang  mendidihkan,  melainkan  sebuah
             keadaan  di  mana  segala  sesuatu  menjadi  tanpa  batas,
             definisi, dan identitas:


             Tatkala yang manis dan pahit menyatu,
             tak ada buluh yang terjalin,
             tak ada ketergesaan yang mengeruhkan air,
             dewa-dewa  tak  bernama,  tak  berwatak  dan,  tak
             bermasa
             depan. 2
             Kemudian, tiga dewa muncul dari pusat tanah berpaya; Apsu
             (diidentifikasikan  sebagai  air  sungai  yang  manis),  istrinya,
             Tiamat  (laut  yang  asin),  dan  Mummu,  Rahim  kekacauan.
             Namun,  ketiga  dewa  ini  bisa  dikatakan  merupakan  model
             awal  dan  inferior  yang  memerlukan  perbaikan.  Nama
             “Apsu” dan “Tiamat” dapat diterjemahkan sebagai “jurang”,
             “kehampaan”,  atau  “teluk  tak  berdasar”.  Mereka  sama-
             sama  memiliki  potensi  tak  berbentuk  dari  ketiadaan  bentuk
             yang azali dan belum mencapai suatu identitas yang jelas.


             Selanjutnya,  serangkaian  dewa-dewa  lain  muncul  dari
             mereka  dalam  proses  yang  disebut  sebagai  emanasi,  yang
             akan  menjadi  sangat  penting  dalam  sejarah  Tuhan  kita
             sendiri.  Dewa-dewa  baru  dilahirkan  dari  dewa-dewa  yang
             lain  secara  berpasangan,  masing-masingnya  mendapatkan
             definisi  yang  lebih  besar  dari  yang  sebelumnya  seiring
             langkah maju evolusi keilahian. Pertama-tama datang Lahmu
             dan Lahamn (nama-nama mereka berarti “endapan lumpur”;
             air  dan  tanah  masih  bercampur  menjadi  satu).  Kemudian,
             muncul  Ansher  dan  Kishar  yang  secara  berurutan


                            ~29~ (pustaka-indo)
   31   32   33   34   35   36   37   38   39   40   41