Page 39 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 39

http://pustaka-indo.blogspot.com
             sedikit lucu dalam kisah mitikal tentang asal usul manusia ini;
             meski merupakan puncak penciptaan, manusia digambarkan
             berasal  dari  salah  satu  dewa  yang  paling  bodoh  dan  tidak
             sakti.  Akan  tetapi,  kisah  itu  mengandung  satu  hal  penting
             lain.  Manusia  pertama  diciptakan  dari  substansi  seorang
             dewa;  karenanya  dia  memiliki  hakikat  ilahiah,  sekalipun
             terbatas. Tak ada jurang pemisah antara manusia dan dewa-
             dewa.  Dunia  alamiah,  manusia,  dan  para  dewa  semuanya
             memiliki  hakikat  yang  sama  dan  diturunkan  dari  substansi
             suci  yang  sama  pula.  Pandangan  pagan  bersifat  holistik.
             Dewa-dewa  tidaklah  terasing  dari  umat  manusia  dalam
             kawasan ontologis yang terpisah: ketuhanan secara esensial
             tidak  berbeda  dari  kemanusiaan.  Oleh  karena  itu,  tidak
             diperlukan  sebuah  wahyu  khusus  dari  para  dewa  atau
             undang-undang ilahi untuk diturunkan ke bumi. Dewa-dewa
             dan  manusia  berbagi  penderitaan  yang  sama,  satu-satunya
             perbedaan  di  antara  mereka  adalah  bahwa  dewa-dewa  itu
             lebih kuat dan abadi.

             Visi holistik ini tidak terbatas di Timur Tengah, tetapi lazim di
             seluruh  dunia  kuno.  Pada  abad  keenam  SM,  Pindar
             mengungkapkan  versi  Yunani  tentang  keyakinan  ini  dalam
             odenya mengenai pertandingan Olimpiade:


                   Satu  pertarungan,  satu  antara  manusia  dan
                   dewa-dewa;
                   Dari satu ibu kita berdua menarik napas.
                   Tetapi perbedaan kekuatan dalam segalanya
                   Memisahkan kita;
                   Karena  tanpa  yang  lain  kita  tiada,  kecuali
                   langit yang perkasa
                   Tetap tidak berubah untuk selamanya.
                   Namun dalam keagungan pikiran atau jasad
                   Kita bisa menjadi seperti yang Abadi.  4

             Bukannya memandang para atlet sebagaimana adanya, yang



                            ~32~ (pustaka-indo)
   34   35   36   37   38   39   40   41   42   43   44