Page 374 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 374
http://pustaka-indo.blogspot.com
wujud-wujud yang lain itu. Inilah yang sangat ditekankan oleh
Aquinas. Meskipun demikian, para pembaca Summa tidak
selalu berhasil menangkap pembedaan penting ini dan
berbicara tentang Tuhan seakan-akan dia sekadar
merupakan Wujud Tertinggi dari semua wujud lain. Ini
bersifat reduktif dan bisa membuat Wujud Super ini menjadi
berhala, yang dibentuk dalam citra kita sendiri dan dengan
mudah beralih menjadi suatu Superego yang melangit.
Barangkali bukan tidak akurat untuk mengatakan bahwa
banyak orang di Barat memandang Tuhan sebagai Wujud
yang seperti ini.
Upaya pengaitan Tuhan dengan arus Aristotelianisme baru
ini penting dilakukan di Eropa. Para faylasuf juga telah
memperingatkan bahwa ide tentang Tuhan harus terus
diperbarui menurut perkembangan zaman. Dalam setiap
generasi, gagasan dan pengalaman tentang Tuhan harus
senantiasa diperbarui. Akan tetapi, kebanyakan kaum
Muslim telah—dapat dikatakan demikian—berpuas diri dan
merasa bahwa Aristoteles tidak banyak berkontribusi pada
kajian tentang Tuhan, meskipun dia tetap sangat berpengaruh
dalam bidang lain, seperti ilmu alam. Kita telah melihat
bahwa bahasan Aristoteles tentang hakikat Tuhan telah
dinamai meta ta physica (“Setelah Physics”) oleh editor
karya-karyanya: Tuhan menurut pandangan Aristoteles juga
lebih merupakan kelanjutan realitas fisik daripada sebuah
realitas dari tatanan yang sama sekali berbeda. Oleh karena
itu, dalam Dunia Islam, diskusi paling mutakhir tentang Tuhan
mencampurkan filsafat dengan mistisisme. Akal saja tidak
bisa mencapai pemahaman religius tentang realitas yang kita
sebut “Tuhan”, tetapi pengalaman religius perlu dilengkapi
dengan daya pikir kritis dan disiplin filsafat jika tidak ingin
sekadar menjadi emosi yang melantur, berlebihan, atau
bahkan berbahaya.
~367~ (pustaka-indo)