Page 379 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 379
http://pustaka-indo.blogspot.com
tampaknya ide tentang Tuhan yang bersifat personal mungkin
hanya merupakan sebuah tahapan dalam perkembangan
agama kita. Semua agama dunia tampaknya telah menyadari
bahaya semacam ini dan berupaya meninggalkan konsepsi
personal tentang realitas tertinggi.
Kitab suci Yahudi mungkin dapat dibaca sebagai kisah
tentang perbaikan dan, kemudian, penghapusan citra
kesukuan dan personal dari Yahweh yang menjadi YHWH.
Kristen, yang dapat dikatakan sebagai agama dengan kadar
personalisasi paling tinggi di antara ketiga agama monoteistik,
berupaya untuk meningkatkan kelayakan kultus terhadap
Tuhan yang berinkarnasi dengan cara memasukkan doktrin
tentang Trinitas yang transpersonal. Kaum Muslim telah
sejak awal menghadapi persoalan menyangkut sejumlah ayat
Al-Quran yang mengimplikasikan bahwa Tuhan “melihat”,
“mendengar”, dan “mengadili” seperti halnya manusia.
Ketiga agama monoteistik ini telah mengembangkan suatu
tradisi mistik yang membuat Tuhan mereka melampaui
kategori personal dan menjadi lebih mirip dengan realitas
impersonal nirvana dan Brahman-Atman. Hanya sedikit
orang yang betul-betul mampu mencapai mistisisme sejati,
tetapi di dalam ketiga keimanan itu (dengan pengecualian
Kristen Barat), Tuhan yang dialami oleh kaum mistiklah yang
akhirnya menjadi lazim diterima di kalangan penganutnya,
hingga relatif belakangan ini.
Monoteisme historis pada dasarnya tidak bersifat mistikal.
Kita telah meninjau perbedaan antara pengalaman
kontemplatif yang dialami Buddha dan pengalaman para
nabi. Yudaisme, Kristen, dan Islam pada dasarnya
merupakan kepercayaan yang bersifat aktif, mengabdikan
diri untuk memastikan bahwa kehendak Tuhan ditegakkan di
bumi sebagaimana halnya di langit. Motif utama dari agama-
~372~ (pustaka-indo)