Page 375 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 375
http://pustaka-indo.blogspot.com
Tokoh Fransiskan yang sezaman dengan Aquinas,
Bonaventura (1217-74), memiliki pandangan yang hampir
sama. Dia juga berusaha mengartikulasikan filsafat dengan
pengalaman religius untuk memperkaya kedua wilayah itu.
Di dalam The Threefold Way, dia mengikuti Agustinus yang
melihat “trinitas” ada di dalam semua ciptaan dan
menjadikan “trinitarianisme alamiah” ini sebagai titik
berangkat dalam karyanya Journey of the Mind to God.
Secara kukuh, dia percaya bahwa Trinitas dapat dibuktikan
oleh akal alamiah, tetapi menghindar dari bahaya keangkuhan
rasionalis dengan menekankan pentingnya pengalaman
keagamaan sebagai komponen esensial bagi gagasan tentang
Tuhan. Dia menyebut Francis dari Assisi, pendiri ordonya,
sebagai teladan utama bagi kehidupan kristiani. Dengan
memperhatikan riwayat hidupnya, seorang teolog, seperti
Bonaventura dapat menemukan bukti kebenaran doktrin-
doktrin gereja. Penyair Tuscan, Dante Alighieri (1265-1321)
juga menemukan bahwa seorang manusia biasa—dalam
kasus Dante, perempuan Florentina, Beatrice Portinari—
dapat menjadi epifani ilahi. Pendekatan personalistik kepada
Tuhan ini dipengaruhi oleh Agustinus.
Bonaventura juga menerapkan Dalil Ontologis Anselm
tentang eksistensi Tuhan dalam pembahasannya mengenai
Francis sebagai sebuah epifani. Dia menyatakan bahwa
dalam kehidupan ini Francis telah mencapai kesempurnaan
yang tampaknya melampaui batas manusiawi sehingga
adalah mungkin bagi kita, selama masih hidup di dunia ini,
untuk “melihat dan memahami bahwa yang ‘terbaik’ adalah
… sesuatu yang tak mungkin dibayangkan ada yang lebih
37
baik daripadanya”. Kenyataan bahwa kita dapat
membentuk konsep seperti “yang terbaik” itu membuktikan
bahwa Kesempurnaan Tertinggi Tuhan itu pasti ada. Jika kita
menyelami diri kita sendiri, seperti yang dianjurkan oleh Plato
~368~ (pustaka-indo)