Page 380 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 380
http://pustaka-indo.blogspot.com
agama profetik ini adalah penghadapan atau pertemuan
pribadi antara Tuhan dan manusia. Tuhan ini dialami sebagai
pendorong tindakan; dia menyeru kita untuk menuju dirinya;
memberi kita pilihan untuk menolak atau menerima cinta dan
perhatiannya. Tuhan seperti ini berhubungan dengan manusia
lebih melalui dialog daripada perenungan yang hening. Dia
menyampaikan Firman, yang menjadi fokus utama
peribadatan dan mewujud dalam kondisi kehidupan di bumi
yang tragis dan tak sempurna. Di dalam Kristen, hubungan
dengan Tuhan dicirikan oleh cinta. Akan tetapi, cinta berarti
bahwa ego telah, dalam pengertian tertentu, dilenyapkan.
Dalam dialog maupun cinta, egoisme selalu mungkin muncul.
Bahasa pun bisa menjadi penghalang karena memenjarakan
kita dalam konsep-konsep pengalaman duniawi kita.
Para nabi telah mengumumkan perang terhadap mitologi:
Tuhan mereka terlibat aktif dalam sejarah dan kancah politik
yang tengah berlangsung, bukan dalam zaman sakral dan
primordial mitos. Akan tetapi, ketika kaum monoteis beralih
kepada mistisisme, mitologi menegaskan kembali dirinya
sebagai kendaraan utama pengalaman religius. Ada
hubungan linguistik antara tiga kata: “mitos”, “mistisisme”,
dan “misteri”. Ketiganya berasal dari kata kerja bahasa
Yunani musteion yang artinya menutup mata atau mulut.
Oleh karena itu, ketiga kata tersebut berakar dalam
1
pengalaman tentang kegelapan dan kesunyian. Kata-kata ini
sudah tidak populer lagi di Barat zaman sekarang. Kata
“mitos”, misalnya, sering dipakai sebagai sinonim untuk
kebohongan: dalam pembicaraan sehari-hari, mitos berarti
sesuatu yang tidak benar. Seorang politisi atau bintang film
akan mengabaikan berita skandal tentang dirinya dengan
mengatakan bahwa itu cuma “mitos” dan para peneliti akan
menyebut pandangan keliru masa lalu sebagai “mitikal”.
Sejak Zaman Pencerahan, “misteri” telah dianggap sebagai
~373~ (pustaka-indo)