Page 385 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 385
http://pustaka-indo.blogspot.com
yang menyimpang, seperti penyakit ayan atau skizofrenia.
Kaum mistik Yahudi tidak membayangkan bahwa mereka
“sungguh-sungguh” terbang menembus langit atau memasuki
istana Tuhan, tetapi menjajarkan citra-citra yang memenuhi
pikiran mereka secara tertata dan terkendali. Ini menuntut
keterampilan yang besar dan latihan serta suasana hati
tertentu. Dibutuhkan pula sejenis konsentrasi pikiran seperti
dalam latihan Zen atau Yoga, yang juga membantu seorang
penempuh untuk menemukan jalannya melalui labirin jiwa.
Guru Babilonia, Hai Gaon (939-1038) menjelaskan kisah di
atas dengan menggunakan praktik mistikal kontemporer.
“Taman” merujuk kepada kenaikan mistik jiwa ke “Ruang
Surgawi” (bekhalot) dari istana Tuhan. Seseorang yang
bermaksud menempuh pengembaraan imajiner di dalam batin
ini haruslah merupakan orang yang “layak” dan “diberkati
sifat-sifat tertentu” jika dia berharap bisa “memandang
kencana langit dan ruangan para malaikat di atas sana”. Ini
takkan terjadi secara spontan. Dia mesti melakukan
beberapa latihan yang serupa dengan yang dilakukan seorang
Yogi dan para pertapa di seantero penjuru dunia:
Dia harus berpuasa sejumlah hari tertentu,
dia harus meletakkan kepalanya di antara
kedua lutut sambil membisikkan lembut doa
kepada Tuhan dengan wajah menunduk ke tanah.
Sebagai hasilnya, dia akan melihat dasar
kedalaman hatinya dan akan terasa seolah-olah
dia melihat tujuh ruangan itu dengan matanya
sendiri, berpindah dari satu ruang ke ruang
lain untuk menyaksikan apa saja yang bisa
ditemukan di dalamnya. 3
Meskipun naskahn-askah paling awal Mistisisme Mahkota ini
baru ditulis pada abad kedua atau ketiga, tetapi bentuk
kontemplasi semacam ini mungkin sudah lebih tua. Paulus
memberitakan tentang seorang Kristen “yang tergolong
~378~ (pustaka-indo)