Page 393 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 393
http://pustaka-indo.blogspot.com
seluruh fase sejarah telah pernah merasakan bentuk
pengalaman kontemplatif semacam ini. Kaum monoteis
menyebut pemandangan klimaks ini “penampakan Tuhan”;
Plotinus menganggapnya sebagai pengalaman tentang Yang
Esa; orang Buddha menyebutnya kedekatan dengan
nirvana. Masalahnya, ini adalah sesuatu yang senantiasa
diinginkan oleh orang-orang dengan bakat spiritual tertentu.
Pengalaman mistik tentang Tuhan memiliki beberapa
karakteristik yang sama bagi semua agama. Pengalaman itu
subjektif, melibatkan perjalanan batin, bukan persepsi tentang
suatu fakta objektif di luar diri; dialami melalui bagian pikiran
yang mencipta-citra—sering disebut imajinasi— daripada
melalui fakultas yang lebih bernalar dan logis. Akhirnya,
pengalaman ini adalah sesuatu yang secara sengaja
diciptakan oleh seorang mistikus di dalam dirinya sendiri:
latihan fisik dan mental tertentu akan menghasilkan
penampakan akhir itu dan tidak selalu hadir ke hadapan
mereka tanpa disadari.
Agustinus tampaknya membayangkan bahwa manusia-
manusia pilihan kadang mampu melihat Tuhan di dalam
kehidupan ini: dia mengutip Musa dan Paulus sebagai contoh.
Paus Gregory yang Agung (540604), tokoh terkemuka dalam
kehidupan spiritual maupun dalam jabatannya yang kuat,
tidak sependapat. Dia bukanlah seorang intelektual dan,
seperti kebanyakan orang Roma umumnya, memiliki
pandangan spiritualitas yang pragmatis. Dia menggunakan
metafora awan, kabut, atau kegelapan untuk melukiskan
kesamaran semua pengetahuan manusia tentang yang ilahi.
Tuhan yang dikonsepsikannya tetap tersembunyi dari
manusia dalam kegelapan tak tertembus yang jauh lebih
menyakitkan daripada kabut ketidaktahuan yang dirasakan
orang Kristen Yunani semacam Gregory dari Nyssa dan
Denys. Tuhan merupakan pengalaman yang menegangkan
~386~ (pustaka-indo)