Page 396 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 396
http://pustaka-indo.blogspot.com
Energi ini dapat dideskripsikan sebagai “cahaya” keilahian,
menyinari dunia dan memancar dari yang ilahi, tetapi berbeda
dari Tuhan itu sendiri seperti halnya cahaya matahari
berbeda dari matahari. Energi ini memanifestasikan Tuhan
yang sama sekali diam dan tak dapat diketahui. Seperti
pernah dikatakan oleh Basil: “Melalui energinyalah kita
mengenal Tuhan; kita tak bisa mengatakan bahwa kita bisa
mendekati esensinya, karena energi ini turun kepada kita
18
sedangkan esensinya tetap tidak bisa didekati.” Di dalam
Perjanjian lama, energi ilahi ini disebut dengan “kemuliaan”
(kavod) Tuhan. Di dalam Perjanjian Baru, energi itu
menyinari pribadi Kristus di gunung Tabor, ketika
kemanusiaannya telah diubah oleh cahaya ilahiah. Kini energi
itu menerobos seluruh tatanan makhluk dan mendeifikasi
orang-orang yang telah diselamatkan. Seperti yang disiratkan
oleh kata energeiai, konsep ini merupakan konsep yang aktif
dan dinamis tentang Tuhan. Jika Barat berpandangan bahwa
Tuhan membuat dirinya dikenal melalui sifat-sifatnya yang
abadi—kebaikan, keadilan, cinta, dan keperkasaan—orang
Yunani berpandangan bahwa Tuhan membuat dirinya
terjangkau melalui aktivitas tanpa henti yang menandai
kehadirannya.
Oleh karena itu, ketika kita merasakan “energi” di dalam
doa, dalam pengertian tertentu kita tengah berkomunikasi
langsung dengan Tuhan, meskipun realitas yang tak bisa
diketahui itu sendiri tetap berada dalam ketersembunyian.
Tokoh hesychast terkemuka, Evagrius Pontus (w. 399),
mengajarkan bahwa “pengetahuan” yang kita miliki tentang
Tuhan di dalam doa tak ada kaitannya sama sekali dengan
konsep atau citra, tetapi merupakan pengalaman langsung
tentang yang ilahi yang mentransendensi semua konsep dan
citra itu. Oleh karena itu, adalah penting bagi para hesychast
untuk mengosongkan jiwanya: “Ketika berdoa,” dia berkata
~389~ (pustaka-indo)