Page 402 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 402
http://pustaka-indo.blogspot.com
yang adalah Tuhan itu sendiri. Ini bukanlah cahaya yang
biasa kita kenal, tentu saja; karena ia berada di luar “bentuk,
citra, atau representasi dan hanya bisa dialami secara intuitif
25
melalui doa”. Namun, ini bukan pengalaman bagi elit
tertentu atau para rahib saja; kerajaan yang dikumandangkan
oleh Kristus di dalam Injil merupakan kesatuan dengan
Tuhan yang bisa dialami setiap orang di sini dan pada saat ini,
tanpa harus menunggu sampai datangnya kehidupan yang
akan datang.
Oleh karena itu, bagi Symeon, Tuhan diketahui sekaligus
tidak diketahui, dekat namun jauh. Daripada mengupayakan
tugas mustahil menggambarkan “persoalan yang tak bisa
26
diucapkan oleh kata-kata saja”, Symeon menganjurkan
para rahibnya untuk berkonsentrasi kepada apa yang bisa
dirasakan sebagai realitas yang berubah di dalam jiwa
mereka sendiri. Seperti yang pernah disabdakan Tuhan
kepada Symeon dalam salah satu penampakannya: “Ya,
akulah Tuhan, yang menjadi manusia demi kalian. Dan
camkanlah, aku telah menciptakanmu, seperti engkau
ketahui, dan aku pula yang akan menjadikanmu tuhan.” 27
Tuhan bukanlah fakta objektif yang eksternal, melainkan
pencerahan yang secara esensial bersifat personal dan
subjektif. Sungguhpun demikian, penolakan Symeon untuk
berbicara mengenai Tuhan tidak membuatnya terputus dari
pandangan teologis masa silam. Teologi “baru” itu didasarkan
secara kukuh pada ajaran para Bapa gereja. Dalam
karyanya, Hymns of Divine Love, Symeon mengemukakan
doktrin Yunani kuno tentang penuhanan manusia, seperti
yang pernah diuraikan oleh Athanasius dan Maximus:
Wahai Cahaya yang tak seorang pun bisa
menamainya, karena memang tak bernama.
Wahai Cahaya yang bernama banyak, karena
~395~ (pustaka-indo)