Page 407 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 407
http://pustaka-indo.blogspot.com
oleh baqa’ (kekekalan diri), langkah kembali ke diri yang
telah meningkat. Persatuan dengan Tuhan tidak boleh
menghancurkan kemampuan alamiah kita, tetapi justru
menyempurnakannya: seorang sufi yang telah menghilangkan
egoisme yang bodoh dan menemukan kehadiran ilahi di
dalam inti wujudnya sendiri akan mengalami kesadaran diri
dan pengendalian diri yang lebih besar. Dia akan menjadi
manusia yang lebih utuh. Oleh karena itu, tatkala mereka
mengalami fana’ dan baqa’, kaum sufi telah mencapai
keadaan yang oleh Yunani Kristen disebut “penuhanan”. Al-
Junaid memandang seluruh pencarian yang dilakukan oleh
seorang sufi sebagai usaha kembali ke fitrah asal manusia
pada saat penciptaan: dia kembali kepada kemanusiaan ideal
yang telah ditetapkan oleh Tuhan. Dia juga kembali kepada
Sumber eksistensinya. Pengalaman pemisahan dan
pengasingan diri menempati posisi penting bagi kaum sufi
seperti halnya bagi ajaran Platonis dan Gnostis; mungkin ini
tidak berbeda dengan “pemisahan diri” yang dibicarakan oleh
aliran psikologi Freudian dan Kleinian masa kini, meskipun
kaum psikoanalis menisbahkan ini kepada sebuah sumber
non-teistik. Melalui latihan dan upaya saksama di bawah
bimbingan seorang guru sufi (pir) seperti dirinya, Al-Junaid
mengajarkan bahwa seorang Muslim bisa menyatu kembali
dengan Penciptanya dan mencapai rasa kehadiran Tuhan
yang pernah dialaminya ketika dia diciptakan dari tulang
rusuk Adam. Ini merupakan akhir dari keterpisahan dan
kesedihan, penyatuan kembali dengan jiwa paling dalam yang
juga merupakan jiwanya yang sejati. Tuhan bukanlah realitas
dan hakim yang terpisah di luar diri, tetapi dalam beberapa
hal menyatu dengan latar wujud seseorang:
Kini aku telah mengerti, wahai Tuhan,
Apa yang bersemayam dalam sanubariku;
Dalam rahasia, dari dunia seberang,
Lidahku telah bercengkerama dengan Yang
~400~ (pustaka-indo)