Page 422 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 422
http://pustaka-indo.blogspot.com
dituduh melukiskan potret yang kejam tentang Tuhan di
dalam Paradiso, namun abstraksi itu mengingatkan bahwa
sesungguhnya kita tidak mengetahui apa-apa tentang Tuhan.
Ibn Al-Arabi juga yakin bahwa imajinasi merupakan fakultas
yang dikaruniakan oleh Tuhan. Ketika seorang mistikus
menciptakan epifani untuk dirinya sendiri, dia berarti tengah
membawa ke dunia ini sebuah realitas yang bereksistensi
dengan lebih sempurna di alam arketipe. Ketika kita
menemukan yang ilahi di dalam diri orang lain, kita tengah
melakukan upaya imajinatif untuk menyibak realitas sejati:
“Tuhan menciptakan makhluk-makhluk bagaikan tabir,”
jelasnya, “Barang siapa yang mengenal mereka sebagai tabir
akan tiba pada pengenalan akan Dia; tetapi barang siapa
yang menganggap makhluk-makhluk itu nyata akan terhalang
44
dari kehadiran-Nya.” Dengan demikian—sebagaimana
halnya jalan sufisme—apa yang bermula sebagai spiritualitas
yang sangat pribadi, berpusat pada seorang manusia, telah
membawa Ibn Al-Arabi kepada suatu konsepsi transpersonal
tentang Tuhan. Citra feminin tetap penting baginya; dia
percaya bahwa kaum wanita merupakan inkarnasi terkuat
bagi Sophia, hikmat ilahi, karena mereka mengilhami cinta
dalam diri kaum pria yang pada akhirnya mengarah kepada
Tuhan. Tak dapat disangkal, ini adalah pandangan yang
sangat bercorak kelelakian, tetapi merupakan upaya untuk
memasukkan dimensi kewanitaan ke dalam agama Tuhan
yang sering dikonsepsikan sebagai maskulin sepenuhnya.
Ibn Al-Arabi tidak percaya bahwa Tuhan yang dikenalnya
memiliki eksistensi objektif. Meskipun dia seorang ahli
metafisika, dia tidak percaya bahwa eksistensi Tuhan bisa
dibuktikan dengan logika. Dia suka menyebut dirinya murid
Khidir, nama yang diberikan kepada figur misterius yang
dikatakan di dalam Al-Quran sebagai pembimbing spiritual
~415~ (pustaka-indo)