Page 425 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 425

http://pustaka-indo.blogspot.com
             kita  sendiri  karena  kita  tidak  bisa  mengalaminya  secara
             objektif;  mustahil  untuk  mengenalnya  dengan  cara  yang
             sama seperti orang lain. Sebagaimana dikatakan oleh Ibn Al-
             Arabi: “Setiap wujud memiliki Tuhannya sendiri-sendiri. Dia
             tidak mungkin memiliki keseluruhannya.” Ibn Al-Arabi suka
             mengutip  hadis:  “Berpikirlah  tentang  ciptaan  Tuhan  dan

             janganlah   berpikir   tentang   esensinya   (Al-Dzat).” 47
             Keseluruhan realitas Tuhan tidak bisa dikenal, oleh karena itu
             kita  harus  memusatkan  perhatian  pada  Firman  partikular
             yang  disampaikan  kepada  wujud  kita  sendiri.  Ibn  Al-Arabi
             juga suka untuk menyebut Tuhan sebagai Al-Ama,  “Kabut”
                                   48
             atau       “Kegelapan”         untuk       menekankan
             ketakterjangkauannya.  Akan  tetapi,  logoi  manusia  ini  juga
             menyingkapkan  Tuhan  Yang  Maha  Tersembunyi  itu  kepada
             dirinya  sendiri.  Hal  itu  terjadi  melalui  proses  dua  arah:
             Tuhan   ingin   untuk   dikenal   dan   dibebaskan   dari
             kesendiriannya oleh orang-orang yang di dalam diri mereka
             dia mewahyukan diri. Penderitaan Tuhan yang Tak Dikenal
             dilipur oleh Tuhan yang Diwahyukan di dalam setiap wujud
             manusia  yang  membuatnya  mengenal  dirinya  sendiri;  juga
             benar bahwa Tuhan yang Diwahyukan dalam setiap individu
             rindu untuk kembali kepada sumbernya dengan nostalgia ilahi
             yang menyalakan kerinduan kita sendiri.

             Ketuhanan  dan  kemanusiaan,  dengan  demikian  merupakan
             dua  aspek  kehidupan  ilahiah  yang  menggerakkan  seluruh
             kosmos.  Pandangan  ini  tidak  berbeda  dengan  pemahaman
             orang Yunani tentang Inkarnasi Tuhan di dalam Yesus, tetapi
             Ibn Al-Arabi tidak bisa menerima gagasan bahwa satu orang
             manusia  saja,  betapapun  sucinya,  bisa  menampung
             ketidakterbatasan  realitas  Tuhan.  Sebaliknya,  dia  percaya
             bahwa  masing-masing  pribadi  manusia  merupakan  avatar
             unik  bagi  yang  ilahi.  Sungguhpun  demikian,  dia  juga
             mengembangkan  simbol  Manusia  Sempurna  (insan  al-



                            ~418~ (pustaka-indo)
   420   421   422   423   424   425   426   427   428   429   430