Page 429 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 429

http://pustaka-indo.blogspot.com
             Tarekat  sufi  yang  paling  terkenal  adalah  Maulawiyah,  yang
             anggota-anggotanya di Barat dikenal sebagai “darwis-darwis
             yang  berputar”  (whirling  dervishes).  Tarian  mereka  yang
             berwibawa  merupakan  sebuah  metode  konsentrasi.  Ketika
             seorang  sufi  mengambil  gerakan  berputar,  dia  merasakan
             batas-batas  dirinya  larut  bersamaan  dengan  larutnya  dia  ke
             dalam tarian itu, mengantarkannya ke ambang peniadaan diri
             (fana’). Pendiri tarekat ini adalah Jalaluddin Rumi (kl. 1207-
             73),  yang  oleh  murid-muridnya  disebut  sebagai  Maulana,
             guru kami. Rumi dilahirkan di Khurasan, Asia Tengah, tetapi
             pindah  ke  Konya,  di  kawasan  Turki  modern,  sebelum
             kedatangan  tentara  Mongol.  Mistisismenya  bisa  dipandang
             sebagai respons Muslim terhadap bencana ini, yang mungkin
             telah  membuat  banyak  orang  kehilangan  keimanan  kepada
             Allah.  Gagasan  Rumi  mirip  dengan  gagasan  Ibn  Al-Arabi,
             tetapi  karyanya,  Masnawi,  yang  sering  disebut  Injil  kaum
             sufi,  memiliki  daya  tarik  yang  lebih  populer  dan  membantu
             menyebarkan  konsepsi  ketuhanan  kaum  mistik  di  kalangan
             kaum  Muslim  awam  yang  bukan  sufi.  Pada  tahun  1244,
             Rumi  jatuh  kagum  pada  seorang  darwis  bernama
             Syamsuddin, yang dipandangnya sebagai Manusia Sempurna
             pada  generasi  itu.  Syamsuddin  memang  dipercaya  sebagai
             inkarnasi  Nabi  dan  minta  dipanggil  dengan  nama
             “Muhammad”.  Reputasinya  diragukan  dan  konon  dia
             menolak untuk menjalankan syariat, memandang dirinya telah
             melewati tahapan lahiriah semacam itu. Dapat dimaklumi jika
             murid-murid  Rumi  khawatir  akan  kekaguman  gurunya
             kepada  tokoh  itu.  Ketika  Syams  terbunuh  dalam  sebuah
             huru-hara,  duka  Rumi  tak  terlipur  dan  dia  menghabiskan
             semakin banyak waktu untuk musik dan tarian mistikal. Dia
             mampu  secara  imajinatif  mentransformasikan  kesedihannya
             ke  dalam  simbol  tentang  cinta  Ilahiah—tentang  kerinduan
             Allah kepada manusia dan kerinduan manusia kepada Allah.
             Disadari  atau  tidak,  setiap  orang  berusaha  mencari  Tuhan



                            ~422~ (pustaka-indo)
   424   425   426   427   428   429   430   431   432   433   434