Page 427 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 427
http://pustaka-indo.blogspot.com
Hamba Tuhan merasakan ketenteraman yang sama di dalam
sinagoga, kuil, gereja, atau masjid, karena semuanya
menyediakan pemahaman yang sah tentang Tuhan. Ibn Al-
Arabi sering menggunakan frase “Tuhan diciptakan oleh
keimanan” (khuliqa Al-Haqq fi al-i‘tiqad); frase ini bisa
bermakna pejoratif jika merujuk pada “tuhan” yang
diciptakan manusia dalam agama tertentu dan dianggap
identik dengan Tuhan itu sendiri. Ini hanya akan melahirkan
intoleransi dan fanatisme. Alih-alih bentuk keberhalaan
seperti itu, Ibn Al-Arabi mengemukakan saran berikut:
Jangan ikat dirimu pada sebuah keyakinan secara
eksklusif sehingga engkau mungkin mengingkari yang
lain; karena dengan demikian engkau akan kehilangan
banyak kebaikan, tidak, engkau akan gagal mengenali
kebenaran yang sejati. Tuhan, yang Mahaberada dan
Maha Berkuasa, tidak bisa dibatasi oleh keyakinan
apa pun, sebab, dia berfirman, “Ke mana pun engkau
memalingkan pandanganmu, maka di sanalah ada wajah
Allah”(QS Al-Baqarah [2]: 109). Semua orang akan
mengagungkan apa yang dipercayainya. Tuhannya
adalah apa yang diciptakannya sendiri, dan
memujanya berarti memuja dirinya sendiri.
Akibatnya, dia akan menyalahkan keyakinan orang
lain, yang tak akan dilakukannya jika seandainya
dia adil, tetapi kebenciannya didasarkan pada
50
kebodohan.
Kita tidak pernah melihat Tuhan, kecuali Nama personal
yang telah diwahyukan dan diberi eksistensi konkret dalam
setiap diri kita; tak terhindarkan lagi bahwa pemahaman kita
tentang Tuhan pribadi kita sendiri diwarnai oleh tradisi
keagamaan tempat kita dilahirkan. Namun, seorang mistik
(arif) mengetahui bahwa “Tuhan” kita ini sebenarnya adalah
“malaikat” atau simbol ilahi yang partikular, yang tidak
semestinya disamakan dengan Realitas gaib itu sendiri.
Akibatnya, dia memandang semua agama yang berbeda-
~420~ (pustaka-indo)