Page 465 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 465
http://pustaka-indo.blogspot.com
Sebagaimana Ibn Al-Arabi, tokoh panutannya, Mulla Shadra
tak membayangkan Tuhan bersinggasana di alam lain, di
langit eksternal dan objektif yang akan didatangi semua
orang beriman setelah mati. Surga dan kawasan ketuhanan
dapat ditemukan di dalam diri sendiri atau di alam al-mitsal
pribadi yang sebenarnya merupakan milik tak terpisahkan
dari setiap manusia. Tak ada dua orang manusia yang
memiliki surga atau Tuhan yang persis sama.
Mulla Shadra, tokoh yang mengagumi Sunni, sufi, dan filosof-
filosof Yunani maupun imam-imam Syiah, mengingatkan kita
bahwa Syiah Iran tidak selamanya bersifat eksklusif dan
fanatik. Di India, banyak umat Muslim yang menanamkan
toleransi terhadap tradisi lain. Sekalipun Islam secara kultural
dominan di India Moghul, namun Hinduisme tetap hidup dan
berkembang, orang-orang Muslim dan Hindu bekerja sama di
bidang seni maupun proyek-proyek intelektual. Kawasan
anak benua itu telah sejak lama terbebas dari intoleransi
agama, dan selama abad keempat belas dan kelima belas
bentuk Hinduisme yang paling kreatif menekankan tentang
kesatuan aspirasi agama: semua jalan adalah sah, selama
masing-masing mengutamakan cinta batin kepada Tuhan
Yang Esa. Ini jelas selaras dengan sufisme maupun falsafah,
yang merupakan paham Islam paling dominan di India.
Beberapa orang Muslim dan Hindu membentuk kelompok
masyarakat antariman, yang paling penting di antaranya
menjadi Sikhisme, didirikan oleh guru Namak pada abad
kelima belas. Bentuk baru monoteisme ini berkeyakinan
bahwa Allah identik dengan Tuhan Hinduisme. Dari pihak
Muslim, pakar Iran Mir Abu Al-Qasim Findiriski (w. 1641),
tokoh yang sezaman dengan Mir Damad dan Mulla Shadra,
mengajarkan karya-karya Ibn Sina di Isfahan dan juga
menghabiskan cukup banyak waktu untuk mempelajari
Hinduisme dan Yoga. Sulit untuk membayangkan ada
~458~ (pustaka-indo)