Page 468 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 468
http://pustaka-indo.blogspot.com
eksistensi. Namun, Sirhindi menolak persepsi ini sebagai
terlalu subjektif. Ketika seorang sufi sedang berkonsentrasi
kepada Tuhan saja, segala sesuatu yang lain cenderung
memudar dari kesadarannya, tetapi ini tidak bersesuaian
dengan realitas objektif. Sesungguhnya, berbicara tentang
kesatuan atau kesamaan antara Tuhan dan dunia merupakan
kesalahpahaman yang parah. Kenyataannya, kita tak
mungkin mendapatkan pengalaman langsung tentang Tuhan,
yang secara mutlak berada di luar jangkauan manusia: “Dia
adalah Yang Mahasuci, Yang Mahatinggi, lagi Yang
4
Mahatinggi, lagi Yang Mahatinggi.” hubungan antara Tuhan
dan dunia hanya mungkin bersifat tak langsung, yakni melalui
kontemplasi tentang “tanda-tanda” alam. Sirhindi mengklaim
dirinya telah melampaui keadaan ekstatik kaum mistik,
seperti Ibn Al-Arabi dan masuk ke keadaan kesadaran yang
lebih tinggi dan lebih jernih. Dia menggunakan mistisisme dan
pengalaman keagamaan untuk meneguhkan kembali
keyakinannya kepada Tuhan transenden yang dikonsepsikan
oleh para filosof, yang merupakan realitas objektif, namun
tak dapat dijangkau. Pandangan-pandangannya dianut kuat
oleh para pengikutnya, tetapi ditolak oleh mayoritas Muslim
yang masih tetap berpegang pada konsepsi ketuhanan kaum
mistik yang bersifat imanen dan subjektif.
Jika orang-orang Muslim semacam Findiriski dan Akbar
berusaha memahami kepercayaan orang lain, pada tahun
1492 Kristen Barat justru terbukti tidak bisa bertoleransi
terhadap kedua agama Ibrahim yang lain. Selama abad
kelima belas, anti-Semitisme telah meningkat di seluruh
kawasan Eropa dan orang-orang Yahudi terusir dari satu
kota ke kota lain: dari Linz dan Wina pada 1421, Cologne
pada 1424, Augsburg pada 1439, Bavaria pada 1442 (dan
juga pada 1450), dan Moravia pada 1454. Mereka diusir dari
Perugia pada 1485, Vicenza pada 1486, Parma pada 1488,
~461~ (pustaka-indo)