Page 466 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 466
http://pustaka-indo.blogspot.com
seorang Katolik Roma yang menguasai pemikiran Thomas
Aquinas pada masa tersebut akan memperlihatkan
antusiasme yang sama untuk mengkaji suatu agama yang
bukan dari tradisi Abrahamik.
Semangat toleransi dan kerja sama ini paling jelas dibuktikan
dalam berbagai kebijakan Akbar, kaisar Moghul ketiga, yang
berkuasa dari tahun 1560 hingga 1605 dan menghormati
semua agama. Karena kepekaannya terhadap orang Hindu,
dia menjadi seorang vegetarian, meninggalkan kegiatan
berburu binatang—olahraga yang sangat digemarinya— dan
melarang penyembelihan hewan kurban di hari ulang
tahunnya atau di tempat-tempat suci orang Hindu. Pada
1575, Akbar mendirikan Rumah Ibadah, tempat para ahli dari
semua agama berkumpul mendiskusikan masalah ketuhanan.
Di sana tampak secara nyata bahwa kelompok misionaris
Jesuit dari Eropa adalah yang paling agresif. Akbar
mendirikan tarikat sufinya sendiri, yang mendedikasikan diri
pada “monoteisme ketuhanan” (tawhid-e-ilahi) dengan
menyatakan kepercayaan radikal akan keesaan Tuhan yang
mewahyukan dirinya di dalam setiap agama samawi.
Kehidupan pribadi Akbar diabadikan oleh Abulfazl Allami
(1551-1602) di dalam bukunya Akbar Namah (Kitab tentang
Akbar). Selama hidupnya Akbar berupaya menerapkan
prinsip-prinsip sufisme ke dalam sejarah peradaban. Allami
memandang Akbar sebagai penguasa ideal menurut falsafah
dan Manusia Sempurna pada masanya. Peradaban dapat
membawa pada perdamaian universal jika masyarakat yang
baik dan liberal berhasil diciptakan oleh penguasa semacam
Akbar yang telah membuat fanatisme menjadi mustahil.
Islam dalam pengertian asalnya, yakni “sikap tunduk” kepada
Tuhan, bisa dicapai oleh agama apa pun: yang sering disebut
dengan “agama Muhammad” tidak memiliki monopoli atas
Tuhan. Namun, tidak semua Muslim sependapat dengan
~459~ (pustaka-indo)